Selamat Datang Di Blog Berbagi Ilmu Pengetahuan, Semoga Materi Dari Blog Ini Bisa Berguna Bagi Anda.
Tampilkan postingan dengan label Syariah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Syariah. Tampilkan semua postingan

Senin, 19 September 2011

Aturan-Aturan Permainan Ekonomi Islam

Posted by Irfan Kurniadi 07.43, under | No comments

Konsep Ekonomi Islam 

Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu lainnya. Perilaku mereka yang ditetapkan dalam Hukum Allah (Syari'ah) harus diawasi oleh masyarakat secar keseluruhan, berdasarkan aturan Islam. 

Penjelasan  

Yang di maksud dengan istilah ini adalah perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat. Lembaga-lembaga sosial disusun sedemikian rupa untuk mengarahkan individu-individu sehingga mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan ini dan mengontrol serta mengawasi penampilan ini. Berlakunya aturan-aturan ini membentuk lingkungan di mana para individu melakukan kegiatan ekonomik mereka. Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungannya dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia. Di sini hanya akan meneliti beberapa aturan "permainan" ekonomi Islam itu tanpa mendalami berbagai implikasi yang timbul daripadanya, karena (hal itu) berada di luar cakupan uraian ini.
  1. Alam semesta, termasuk manusia, adalah milik Allah, yang memiliki kemahakuasaan (kedaulatan) sepenuhnya dan sempurna atas makhluk-makhluk-Nya. Manusia, tanpa diragukan, merupakan tatanan makhluk tertinggi diantara makhluk-makhluk yang telah dicipta-Nya, dan segala sesuatu yang ada di muka bumi dan di langit ditempatkan di bawah perintah manusia. Dia diberi hak untuk memanfaatkan semuanya ini sebagai khalîfah atau pengemban amanat Allah. Manusia diberi kekuasaan untuk melaksanakan tugas kekhalifahan (khilâfah) ini dan untuk mengambil keuntungan dan manfaat sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuannya dari barang-barang ciptaan Allah ini.
  2. Allah telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku manusia sehingga menguntungkan individu tanpa mengorbankan hak-hak individu-individu lainnya. Dia telah menetapkan kewajiban-kewajiban tertentu terhadap manusia; penampilan (perilaku) mereka yang ditetapkan dalam Hukum Allah (Syari'ah) harus diawasi oleh masyarakat secara keseluruhan, berdasarkan aturan Islam hak-hak yang diterima oleh manusia dari Allah dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan sosial merupakan kewajiban-kewajiban manusia terhadap umat Muslim. 
  3. Semua manusia tergantung pada Allah. Semakin ketat ketergantungan manusia kepada Allah maka dia semakin dicintai-Nya. Setiap orang secara pribadi bertanggung jawab atas pengembangan masyarakat dan atas lenyapnya kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi; individu ini pada akhirnya bertanggung jawab atas setiap kegagalan usaha masyarakat dalam bekerjasama dan melakukan kerja kolektif . 
  4. Status khalîfah atau pengemban amanat Allah itu berlaku umum bagi semua manusia; tidak ada hak istimewa bagi individu atau bangsa tertentu sejauh berkaitan dengan tugas kekhalifahan itu. Namun ini tidak berarti bahwa umat manusia selalu atau harus memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keuntungan dari alam semesta itu. Mereka memiliki kesamaan hanya dalam kesempatannya, dan setiap individu bisa mendapatkan keuntungan itu sesuai dengan kemampuannya. Individu-individu dicipta (oleh Allah) dengan kemampuan yang berbeda-beda sehingga mereka secara instinktif diperintah untuk hidup bersama, bekerja bersama, dan saling memanfaatkan keterampilan mereka masing-masing. Namun demikian ini tidak berarti (bahwa Islam) memberikan superioritas (kelebihan) kepada majikan terhadap pekerjanya dalam kaitannya dengan harga dirinya sebagai manusia atau dengan statusnya dalam hukum. Hanya kadang-kadang saja bahwa pada saat tertentu seseorang menjadi majikan dan (pada saat lain) menjadi pekerja. Pada saat lain situasinya bisa berbalik dan mantan majikan bisa menjadi majikan, dan sebagainya; dan hal serupa juga bisa diterapkan terhadap budak dan majikan. 
  5. Individu-individu memiliki kesamaan dalam harga dirinya sebagai manusia. Tidak ada pembedaan bisa diterapkan atau dituntut berdasarkan warna kulit, ras, kebangsaan, agama, jenis kelamin atau umur. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban ekonomik setiap individu disesuaikan dengan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya dan dengan peranan-peranan normatif masing-masing dalam struktur sosial. Berdasarkan hal inilah beberapa perbedaan muncul antara orang-orang dewasa, di satu pihak, dan orang jompo atau remaja, di pihak lain, atau antara laki-laki dan perempuan. Kapan saja ada perbedaan-perbedaan seperti ini, maka hak-hak dan kewajiban-kewajiban mereka harus diatur sedemikian rupa sehingga tercipta keseimbangan. Islam tidak mengakui adanya kelas-kelas sosio-ekonomik sebagai sesuatu yang bertentangan dengan prinsip persamaan maupun dengan prinsip persaudaraan (ukhuwwah). Kekuatan ekonomik dibedakan dengan kekuatan sosio-politik, antara lain, karena adanya fakta bahwa tujuan-tujuan besar dan banyak rinciannya ditekankan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dan karena dilestarikannya metode-metode yang digunakan oleh umat Muslim untuk menetapkan hukum mengenai hal-hal rinci yang tidak ditentukan sebelumnya. 
  6. Dalam Islam bekerja dinilai sebagai kebaikan dan kemalasan dinilai sebagai kejahatan. Dalam kepustakaan Islam modern orang bisa menemukan banyak uraian rinci mengenai hal ini. Al-Qur'an mengemukakan kepada Nabi dengan mengatakan: "... dan katakanlah (Muhammad kepada umat Muslim): Bekerjalah." Nabi juga diriwayatkan telah melarang pengemisan kecuali dalam keadaan kelaparan. Ibadat yang paling baik adalah bekerja, dan pada saat yang sama bekerja merupakan hak dan sekaligus kewajiban. Kewajiban masyarakat dan badan yang mewakilinya adalah menyediakan kesempatan-kesempatan kerja kepada para individu. Buruh yang bekerja secara manual dipuji dan Nabi SAW diriwayatkan pernah mencium tangan orang yang bekerja itu. Monastisisme dan asketisisme dilarang; Nabi SAW diriwayatkan pernah bersabda bahwa orang-orang yang menyediakan makanan dan keperluan-keperluan lain untuk dirinya (dan keluarganya) lebih baik daripada orang yang menghabiskan waktunya untuk beribadat tanpa mencoba berusaha mendapatkan penghasilan untuk menghidupinya sendiri. Sebagai konsekuensinya, menjadi imam shalat dan berkhutbah dalam Islam merupakan pekerjaan sukarela yang tidak perlu dibayar. Nabi SAW pernah memohon kepada Allah SWT untuk berlindung diri agar beliau, antara lain, tidak terjangkit penyakit lemah dan malas. 
  7. Kehidupan adalah proses dinamik menuju peningkatan. Ajaran-ajaran Islam memandang kehidupan manusia di dunia ini sebagai pacuan dengan waktu. Umur manusia sangat terbatas dan banyak sekali peningkatan yang harus dicapai dalam rentang waktu yang sangat terbatas ini. Kebaikan dan kesempurnaan sendiri merupakan tujuan-tujuan dalam proses ini. Nabi SAW diceritakan pernah menyuruh seorang penggali liang kubur untuk memperbaiki lubang yang dangkal di suatu kuburan meskipun hanya permukaannya saja. Beliau menetapkan aturan bahwa "Allah menyukai orang yang, bila dia melakukan sesuatu melakukannya dengan cara yang sangat baik." 
  8. Jangan membikin madarat (kesulitan) dan jangan ada madarat" adalah frasa yang senantiasa diucapkan oleh Nabi SAW. Frasa ini berarti "madarat yang direncanakan secara sadar dan dilakukan oleh seseorang untuk menyakiti, dan juga yang dilakukan sekedar untuk melukai. Fakta mengenai madarat yang menyakitkan seseorang perlu mendapatkan perhatian, baik yang disengaja oleh pelakunya untuk maksud tersebut maupun yang tidak dimaksudkan untuk tujuan tersebut. Madarat harus dilenyapkan tanpa mempertimbangkan niat yang melatarbelakanginya. Namun kita harus cukup realistik dalam mengamati bahwa menghilangkan "madarat" sama sekali dari kehidupan manusia adalah tidak mungkin. Madarat itu sendiri selalu tidak diharapkan. Namun bila hal itu merupakan syarat yang tidak dapat dielakkan adanya, maka ia bisa dibenarkan." 
  9. Suatu kebaikan dalam peringkat kecil secara jelas dirumuskan. Pelaksanaan kebaikan ini diawasi oleh lembaga-lembaga sosial yang pada akhirnya mewajibkannya dengan kekuatan hukum. Menurut Islam tidak cukup bila hanya mempercayakan kepada niat baik seseorang untuk melakukan, katakanlah, perbuatan-perbuatan santun (memberikan sadaqah). Sebaliknya, sebagian besar dari apa yang disebut santunan sukarela dalam masyarakat non-Muslim harus didukung oleh hukum dalam masyarakat Muslim. Setiap Muslim dihimbau oleh sistem etika (akhlak) Islam untuk bergerak melampaui peringkat minim dalam beramal salih. Mematuhi ajaran-ajaran Islam dalam semua aspeknya, oleh Islam dianggap sebagai sarana untuk mendapatkan ridla Allah. 
Ada beberapa prinsip yang melandasi fungsi-fungsi pasar dalam masyarakat Muslim. Semua harga, baik yang terkait dengan faktor-faktor produksi maupun produknya sendiri bersumber pada mekanisme ini, dan karena itu diakui sebagai harga-harga yang adil atau wajar. Barangkali hal ini tidak sejalan dengan konsep "harga yang adil" menurut Siddîqî yang didasarkan atas ongkos produksi. Karena itu dalam kajian ini lebih baik digunakan istilah "harga yang sesuai," bukan "harga yang adil." Sebagai konsekuensinya, istilah yang kami gunakan ini lebih sesuai dengan berbagai tradisi dalam Hukum (Fiqh) Islam dan dapat mengekspresikan isi konseptual istilah tersebut secara lebih memuaskan. Pembahasan rinci mengenai "teori harga yang sesuai" dapat dibaca dalam, "The Economic Views of Ibn Taimiyyah." 

Komentar yang kedua mengenai analisis terdahulu ialah bahwa mekanisme pasar dalam masyarakat Muslim tidak boleh dianggap sebagai struktur atomistik. Memang Islam tidak menghendaki adanya koalisi antara para penawar dan peminta, tetapi ia tidak mengesampingkan kemungkinan adanya akumulasi atau konsentrasi produksi selama tidak ada cara-cara yang tidak jujur digunakan dalam proses tersebut, dan kedua hal tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip kebebasan dan kerjasama. Namun dalam prakteknya, adanya akumulasi dan atau konsentrasi harta itu bisa mengundang campur tangan pemerintah. Campur tangan ini bisa berbentuk pengambilalihan produksi yang dimonopoli (oleh perorangan atau perusahaan tertentu) atau pengawasan dan penetapan harga oleh pemerintah. 

Yang ketiga dan terakhir adalah mengenai teori nilai. Dalam ekonomi Islam tidak ada sama sekali pemisahan antara manfaat normatif suatu mata dagangan dan nilai ekonomiknya. Dengan perkataan lain, semua yang dilarang digunakan tidak memiliki nilai ekonomik. Tentu saja karena minuman keras tidak bernilai sama sekali dalam masyarakat Muslim, maka semua penawaran yang ada harus dianggap tidak ada dan setiap usaha untuk memproduksi dan mendistribusikannya sama sekali dianggap sebagai pemborosan dalam pengertian ekonomik.

Jumat, 19 Agustus 2011

TUJUAN KEUANGAN SYARIAH

Posted by Irfan Kurniadi 23.36, under | No comments

Suatu hari Rasulullah saw menyampaikan ceramah tentang kepastian datangnya Hari Pembalasan dan pengadilan manusia atas semua yang tingkah lakunya selama di dunia di hadapan Allah SWT. Selesai mendengarkan ceramah tersebut, bebrapa orang sahabat berkumpul di rumah Usman bin Maz’un dan memutuskan untuk berpuasa setiap hari, shalat sepanjang malam, tidak tidur di kasur, tidak akan memakan daging atau makanan berlemak, tidak akan mendekati wanita dan memakai wewangian, tidak akan memakai pakaian mewah, dan secara umum menolak kelezatan dunia. Berita ini didengar oleh Rasulullah dan kemudian beliau berkata kepada mereka, “Aku tidak diperintahkan oleh Allah untuk hidup dengan cara ini. Tubuh kalian memiliki hak tertentu; jadi berpuasalah tapi juga berbukalah! Shalatlah di waktu malam, tapi juga tidurlah! Lihatlah aku! Aku shalat di waktu malam tetapi juga tidur; aku berpuasa tetapi juga berbuka. Aku makan daging dan lemak, dan aku juga menikah. Jadi siapa pun yang menyimpang dari caraku (sunnahku), maka dia bukan termasuk golonganku.”

Hadis di atas menggambarkan bahwa agama Islam bukanlah agama yang hanya memfokuskan diri pada urusan-urusan spiritual dan melupakan kesejahteraan duniawi. Islam bukanlah agama asketik yang melarang untuk menikmati karunia yang telah diberikan Allah SWT. Dalam Surat Al-A’raf (7) ayat 32 Allah berfirman:

Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.

Dengan demikian jelaslah bahwa tidak ada larangan untuk menikmati karunia Allah SWT. Namun demikian, sebaliknya Islam melarang pula umatnya untuk terlalu memperturutkan kelezatan dunia dan melupakan bekal ke akhirat kelak. Ajaran Islam mengajarkan untuk menyeimbangkan kesejahteraan jangka pendek (dunia) dan kesejahteraan jangka panjang (akhirat). Dalam surat Al-Qasash ayat 77 Allah memerintahkan manusia untuk berusaha memperoleh kebahagiaan di akhirat tanpa harus mengorbankan kesejahteraan di dunia.

Jika demikian halnya, tuntutan Islam tentang kesejahteraan di dunia bersifat unik karena berusaha memadukan kesejahteraan duniawi dan ukhrawi. Persoalannya sekarang, apa tujuan perekonomian dalam agama Islam? Pertanyaan selanjutnya, bagaimana mengelola perekonomian untuk mencapai kedua hal tersebut? Tulisan ini bertujuan untuk mendiskusikan kedua persoalan ini.

Persoalan Ekonomi

Dalam berbagai text book ilmu ekonomi konvensional disebutkan bahwa ada satu persoalan ekonomi yang paling mendasar yaitu persoalan scarcity (kelangkaan) sumberdaya ekonomi. Artinya, sumberdaya ekonomi yang tersedia sangat terbatas (limited resources), sementara ragam kebutuhan manusia tidak terbatas (unlimited wants). Hal inilah yang menyebabkan terjadinya kesenjangan (gap) antara keduanya. Seandainya kesenjangan seperti ini tidak ada maka manusia tidak akan mengalami permasalahan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, ilmu ekonomi bertujuan untuk mengatasi persoalan scarcity ini agar dapat memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri.

Menurut ekonomi konvensional, keinginan manusia yang bersifat tak terbatas ini dianggap sebagai sesuatu yang sudah dari sononya (given) sehingga tidak perlu dipersoalkan. Dengan pandangan seperti ini, persoalan yang perlu dipecahkan adalah soal kelangkaan sumber daya tadi yang harus diolah dan dipergunakan seefisien mungkin.

Menurut pandangan beberapa ekonom Muslim, persoalan mendasar bukanlah soal keterbatasan sumber daya ekonomi, tetapi adalah soal distribusi dan keinginan manusia yang tidak terbatas itu sendiri. Allah SWT telah menciptakan alam dan segala isinya secara melimpah namun belum terdistribusikan dengan baik oleh manusia akibat keserakahan sebagaian manusia yang menyebabkan sebagian manusia lainnya tidak memperoleh bagian dengan cukup. Menurut mereka, sumber daya ekonomi yang terdapat di alam semesta sangat banyak dan relatif tidak terbatas, sementara kebutuhan manusia sesungguhnya terbatas. Dengan kata lain, unlimited resources berhadapan dengan limited wants.

Allah menciptakan alam semesta ini sedemikian rapinya sehingga terdapat keseimbangan antara sumber daya dan kebutuhan manusia itu sendiri. Lihat misalnya firman Allah:

“Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin …” QS. 31: 20).

Juga firman-Nya:

“ … dan Dia telah menciptakan segala sesuatu dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. 25: 2).

Lihat juga QS. 51: 47; 45: 13.

Tujuan Ekonomi dalam Islam

Dalam pandangan Islam, manusia bukanlah makhluk yang dikutuk karena membawa dosa turunan (original sin), tetapi merupakan khalifah Allah SWT di muka bumi (QS. 2:30). Allah SWT menciptakan bumi dan segala isinya untuk manusia (QS. 2:29) dan memberi kebebasan kepada manusia untuk mengelola sumber daya ekonomi yang tersedia di alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan membangun peradaban manusia ke arah yang lebih baik.

Manusia diberi kebebasan untuk mengelola sumber daya ekonomi dan melakukan transaksi perekonomian sesama mereka (muamalah). Mengenai muamalah (kegiatan ekonomi) tersebut terdapat kaidah fiqh yang menyatakan bahwa “Hukum ashal (awal/asli) dari muamalah adalah boleh (mubah) sampai ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Artinya, segala kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan dalil-dalil nash (Al-Quran dan sunnah). Dengan kata lain, kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk tujuan tertentu yang sejalan dengan ajaran Islam.

Menurut Muhammad Umar Chapra, salah seorang ekonom Muslim, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi tersebut dapat dirumuskan menjadi 4 macam.

Pertama, kegiatan ekonomi atau muamalah bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi dalam batas-batas norma-norma moral Islami. Agama Islam membolehkan manusia untuk menikmati rezeki dari Allah namun tidak boleh berlebihan dalam pola konsumsi (QS. 2:60, 168, 172; 6:142; 7:31, 160; 16:114; 20:81; 23:51; 34:15; 67:15).

Di samping itu Allah SWT mendorong umat-Nya untuk bekerja keras mencari rezeki setelah setelah melakukan shalat Jum’at (QS. 62:10). Setiap usaha yang dilakukan oleh manusia seperti bertani, berdagang, dan usaha-usaha halal lainnya dianggap sebagai ibadah. Hal ini menujukkan bahwa usaha untuk memperoleh pertumbuhan ekonomi yang lebih baik harus menjadi salah tujuan masyarakat Muslim.

Kedua, tatanan ekonomi yang diusahakan bertujuan untuk membina persaudaraan dan menegakkan keadilan universal. Islam menginginkan terbinanya tatanan sosial di mana semua individu mempunyai rasa persaudaraan dan keterikatan layaknya suatu keluarga yang berasal dari orangtua yang sama (QS. 49:13). Dengan demikian, kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia jangan sampai menimbulkan rasa permusuhan, peperangan, dan ketidakadilan ekonomi sebagaimana yang masih banyak dijumpai pada saat ini. Dengan adanya rasa persaudaraan sesama umat manusia, tidak akan timbul perebutan sumber-sumber ekonomi dan yang timbul adalah bertolong-tolongan untuk kesejahteraan bersama (QS. 5:2).

Ketiga, distribusi pendapatan yang seimbang. Islam mempunyai komitmen yang tinggi terhadap persaudaraan manusia dan keadilan. Oleh karena itu, ketidakadilan ekonomi tidak dibenarkan dalam Islam. Ketidakmerataan ekonomi tersebut hanya akan meruntuhkan rasa persaudaraan antar sesama manusia yang ingin dibina oleh Islam. Menurut ajaran Islam, semua sumber daya yang tersedia merupakan ’karunia Allah SWT yang diberikan kepada semua manusia’ (QS. 2:29), sehingga tidak ada alasan kalau sumberdaya ekonomi itu hanya terkonsentrasi pada beberapa kelompok manusia (QS. 59:7).

Pemerataan tersebut dapat dilakukan melalui zakat, infak, shadaqah, wakaf, dan transaksi-transaksi halal lainnya yang dikelola dengan baik sesuai dengan spirit yang dikandungnya.

Keempat, tatanan ekonomi dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan kebebasan manusia dalam konteks kesejahteraan sosial. Salah satu misi yang diemban oleh Muhammad saw adalah untuk melepaskan manusia dari beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka (QS. 7:157). Khalifah Umar bin Khatab mengatakan, ”Sejak kapan kamu memperbudak manusia padahal ibu-ibu mereka melahirkan mereka dalam keadaan merdeka?” Imam Syafii juga mengatakan, ”Allah menciptakan kamu dalam keadaan merdeka, oleh karena itu jadilah manusia yang merdeka.” meskipun demikian, kebebasan individu dalam konteks kesejahteraan sosial haruslah dalam batas-batas yang ditentukan oleh Islam. Artinya kebebasan itu jangan sampai berkonflik dengan kepentingan sosial yang lebih besar dan hak-hak orang lain.

Wallahu a’lamu bisshawab.

Sabtu, 06 Agustus 2011

Suplemen Panduan Zakat

Posted by Irfan Kurniadi 18.03, under | No comments

Zakat dalam islam merupakan salah satu perintah agama. Tak heran, tujuan diturunkannya Islam oleh Allah SWT kepada manusia diantaranya adalah perintah mendirikan shalat dan zakat. Keduanya dijadikan sebuah momentum system social kemasyarakatan untuk membentuk keshalihan pribadi dan social. Dan itu sudah tercermin sejak masa Umar bin Khattab dan Umar bin Abdul Aziz. Pada masa tersebut, zakat dikumpulkan di baitul Maal (Saat ini Lembaga Amil Zakat). Sebuah lembaga yang sangat berpotensi untuk mengentaskan kemiskinan.

Seiring perkembangan zaman, perintah shalat disertai zakat ini kurang begitu diperhatikan oleh masyarakat. Pengetahuan, kesadaran dan pemahaman terhadap perintah berzakat masih rendah. Masayarakat belum mendudukkan perinta zakat seperti shalat. Padahal Al-Quran menampilkan perintah shalat dan zakat secara bersamaan dalam 27 ayat. Apabila ada ayat yang menampilkan suatu perintah secara bersamaan, maka ia merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dari lintasan ini semua, sebenarnya kewajiban membayar zakat sudah disampaikan melalui berbagai cara. Apalagi dalam sejarah Islam, zakat bukan sesuatu yang asing. Hanya kini tinggal kita saja yang harus bersikap.

ZAKAT FITRAH

Adalah zakat yang dikeluarkan menjelang Hari raya Idul Fitri. Besar zakat yang harus dikeluarkan adalah 2,5 kg atau 3,5 liter beras yang biasa dikonsumsi oleh muzakki (orang yang membayar zakat)

Waktu Pembayaran
  1. Batas waktu wajib membayar zakat fitrah yaitu ditandai dengan terbenamnya matahari di akhir bulan Ramadhan
  2. Diperbolehkan mendahului atau mempercepat pembayaran zakat fitrah dari waktu wajib tersebut
Cara Membayar Fidyah

Fidyah dibayarkan bagi orang yang berhalangan (udzur) yang diperbolehkan oleh syariat. Pembayaran fidyah sesuai dengan lamanya orang tersebut tidak berpuasa dan menurut standar makanannya sehari hari. . Misalnya: seseorang yang sudah lanjut usia dan tidak mampu berpuasa, maka ia menggantinya deng an membayar fidyah sejumlah hari ketika ia tidak berpuasa

ZAKAT EMAS DAN PERAK

Zakat emas dan perak adalah zakat yang dikenakan atas harta (emas/perak) yang dimiliki oleh seseorang/ lemhunbaga. Nishab zakat emas 85 gram, zakat perak 595 gram. Haul 1 tahun. Kadar yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 2,5%. Perhiasan yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perhiasan yang disimpan dan tidak dipakai.

Cara Perhitungan

(Perhiasan yang dismpan – perhiasan yang dipakai) x 2,5%. Contoh: Perhiasan emas ibu fatma sebanyak 150 gram, yang biasa dipakai sebayak 40 gram. Setelah berjalan 1 tahun berapa zakat yang wajib dikeluarkannya? Jawab: 150 gram – 40 gram = 110 gram x 2,5% = 2,75 gram, atau jika dinilai dengan uang adalah sebagai berikut: Jika harga 1 gram emas adalah 450.000, maka 110 gram adalah Rp 49.500.000. Jadi zakatnya Rp 49.500.000 x 2,5% = Rp 1.237.500

ZAKAT PERTANIAN

Dari Jabir Rasulullah SAW bersabda: ”Tidak wajib dibayar zakat pada kurma yang kurang dari lima ausuq.” (HR. Muslim)

Nishab zakat pertanian adalah 653 kg beras. Ausuq jamak dari wasaq, 1 wasaq = 60 sha’, sedangkan 1 sha’ = 2.176 kg, maka 5 wasaq adalah 5 x 60 x 1.176 = 652,8 kg (jika dibulatkan 653 kg). Kadar yang wajib dibayarkan zakatya sebsar 5% jika menggunakan irigasi atau 10% jika pengairannya alami. Hadist nabi SAW: “yang diairi dengan air hujan, mata air dan tanah zakatnya sepersepulauh (10%), sedangkan yang disirami zakatnya seperduapuluh (5%) dan dikeluarkan zakatnya ketika panen”. Firman Allah: “Dan bayarkanlah zakatnya dihari panen”.

Contoh: Hasan mempunyai padi yang ditanami sawah seluas 2 Ha. Selama pemeliharaan ia mengeluarkan biaya Rp 500.000. Ketika panen hasilnya sebesar 10 ton beras. Berapa zakat yang har us dikeluarkan? Jawab: Ketentunnya: Nishab 653 kg beras, kadarnya 5%. Haulnya ketika menghasilkan (panen). Jadi zakatnya 10.000 kg x 5% = 500 kg. Apabila dirupiahkan, jika harga beras Rp 10.000 perkg, maka 10.000 x 10.000 = 100.000.000 x 5% = 5.000.000. Jadi zakatnya Rp 5.000.000

ZAKAT PERNIAGAAN

Zakat perniagaan senilai dengan 85 gram emas dan telah memiliki usaha berjalan selama 1 tahun. Kadar yang dikeluarkan adalah 2,5% dan dapat dibayar dengan uang atau barang. Ketentuan zakat perniagaan biasa dikenakan pada perdagangan ataupun perseroan.

Cara Perhitungan:

(Modal diputar + Keuntungan + Piutang) – (Hutang + Kerugian) x 2,5% = zakat. Atau menurut laporan Keuangan : Harta lancer – Hutang Lancar x 2,5%. Contoh: Ibu Azizah seorang pedagang kelontong, ia memiliki asset (modal) sebesar Rp 6.000.000. Keuntungan bersih yang didapat sebesar Rp 3.000.000/ bulan. Usaha itu ia mulai bulan Juli 2010, setelah berjalan 1 tahun ia mempunyai Piutang yang dapat dicairkan Rp 3.000.000 dan Hutang yang harus ia bayar Rp 3.100.000. Jawab: Zakat dagang dianalogikan kepada zakat emas, nishabnya 85 gram emas, haul 1 tahun, kadar zakat 2,5%. Asset atau modal yang dimiliki Rp 6.000.000. Keuntungan selama setahun Rp 3.000.000 x 12 = Rp 36.000.000. piutang sejumlah Rp 3.000.000. Hutang sejumlah Rp 3.100.000. Perhitungan zakatnya adalah (Modal + Untung + Piutang) – (Hutang) x 2,5% = (6.000.000 + 36.000.000 + 3.000.000) – (3.100.000) x 2,5% = Rp 1.047.500. Jadi zakatnya Rp 1.047.500.

ZAKAT PROFESI

Disebut juga Zakat Pendapatan. Merupakan zakat yang dikeluarkan dari hasil pendapatan seseorang atau profesinya bila telah mencapai nishab. Nisab zakat pendapatan/profesi mengambil rujukan kepada nisab zakat tanaman dan buah-buahan sebesar 5 wasaq atau 652,8 kg gabah setara dengan 520 kg beras. Namun mesti diperhatikan bahwa karena rujukannya pada zakat hasil pertanian yang dengan frekuensi panen sekali dalam setahun, maka pendapatan yang dibandingkan dengan nisab tersebut adalah pendapatan selama setahun.

Penghasilan profesi dari segi wujudnya berupa uang. Dari sisi ini, ia berbeda dengan tanaman, dan lebih dekat dengan emas dan perak. Oleh karena itu kadar zakat profesi yang diqiyaskan dengan zakat emas dan perak, yaitu 2,5% dari seluruh penghasilan kotor. Hadits yang menyatakan kadar zakat emas dan perak adalah: “Bila engkau memiliki 20 dinar emas, dan sudah mencapai satu tahun, maka zakatnya setengah dinar (2,5%)” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Baihaqi).

perhitungan zakat profesi dibedakan menurut dua cara:
  1. Secara langsung, zakat dihitung dari 2,5% dari penghasilan kotor seara langsung, baik dibayarkan bulanan atau tahunan. Metode ini lebih tepat dan adil bagi mereka yang diluaskan rezekinya oleh Allah. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 3.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar: 2,5% X 3.000.000=Rp 75.000 per bulan atau Rp 900.000 per tahun.
  2. Setelah dipotong dengan kebutuhan pokok, zakat dihitung 2,5% dari gaji setelah dipotong dengan kebutuhan pokok. Metode ini lebih adil diterapkan oleh mereka yang penghasilannya pas-pasan. Contoh: Seseorang dengan penghasilan Rp 1.500.000,- dengan pengeluaran untuk kebutuhan pokok Rp 1.000.000 tiap bulannya, maka wajib membayar zakat sebesar : 2,5% X (1.500.000-1.000.000)=Rp 12.500 per bulan atau Rp 150.000,- per tahun.
ZAKAT PERUSAHAAN

Terdapat 2 cara perhitungan zakat perusahaan, yaitu:
  1. Jika perusahaan bergerak dalam bidang perdagangan, maka ketentuan dan perhitungan zakat sesuai dengan zakat perniagaan
  2. Jika perusahaan bergerak dalam bidang produksi, maka ketentuan dan perhitungan zakat sesuai dengan zakat pertanian atau zakat investasi
Catatan: Apabila perusahaan menyertakan modal dari pegawai non muslim maka perhitungannya setelah dikurangikepemilikan modal atau keuntungan pegawai non muslim tersebut

ZAKAT INVESTASI

Adalah zakat yang dikeluarkan dari hasil investasi seperti mobil, tanah dan rumah yang disewakan. Dengan demikian zakat investasi dikeluarkan dari hasilnya, bukan dari modalnya.

Contoh: Hj Azmi memiliki kontrakan sejumlah 20 pintu, harga sewa perpintu Rp 500.000/ bulan. Setiap bulannya Hj Azmi mengeluarkan Rp 3.000.000 untuk perawatan seluruh rumah kontrakannya. Berapakah zakatnya? Jawab: Penghasilan dari kontrakan dianalogikan dengan zakat dari hasil investasi, yaitu nisabnya senilai 653 kg beras dengan tariff 5% dari bruto dan 10% dari netto. Setiap bulannya hj Azmi memiliki penghasilan 20 x 500.000 = Rp 10.000.000

Ada 2 Cara menghitung zakatnya bruto Rp 10.000.000 x 5% = Rp 500.000, jadi zakatnya adalah Rp 500.000. Netto (Rp 10.000.000 – 3.000.000) x 10% = Rp 700.000. Jadi zakatnya adalah Rp 700.000

ZAKAT HADIAH DAN SEJENISNYA

Hadiah adalah suatu yang didapatkan oleh seseorang setelah ia sukses menyelesaikan suatu pekerjaan
  1. Apabila dalam mendapatkan hadiah tersebut nyaris tidak ada usaha jerih payah sama sekali baik tenaga maupun pikiran, maka hadiah tersebut mirip rikaz, zakatnya 20%
  2. Apabila dalam mendapatkan hadiah tersebut tanpa usaha yang signifikan, zakatnya 10%
  3. Apabila dalam mendapatkan hadiah tersebut ada usaha yang signifikan namun tidak dominan, zakatnya 5%
  4. Apabila dalam mendapatkan hadiah tersebut nyaris ada usaha jerih payah baik tenaga maupun pikiran, misalnya berkaitan dengan pekerjaan seperti bonus tahunan,zakatnya 2,5%
ZAKAT HIBAH

Hibah adalah suatu pemberian yang didapatkan oleh seseorang.
  1. Jika hibah tersebut tidak diduga duga maka zakatnya 20%.
  2. Jika hibah tersebut sudah diduga tapi tanpa ada konstribusi jasa yang langsung dari penerima, maka zakatnya 10%.
  3. Jika hibah tersebut sudah diduga tapi ada konstribusi jasa yang langsung dari penerima, maka zakatnya 5%.
ZAKAT SIMPANAN ATAU DEPOSITO

Uang simpanan dikenakan zakat dari sejumlah saldo akhir bila telah mencapai nishab dan berjalan selama 1 tahun. Besarnya nishab senilai 85 gram emas. Kadar zakat yang dikeluarkan adalah 2,55. Zakat simpanan deposito dinilai dari nilai pokoknya

Contoh: Seseorang memiliki depositi Rp 100.000.000 dengan jumlah bagi hasil selama setahun adalah Rp 3.500.000, maka zakatnya adalah Rp 100.000.000 x 2,5% = Rp 2.500.000. Jika penempatan deposito di bank konvensional dan ada bunga, maka penghitungannya bunga harus dikeluarkan terlebih dahulu

Pengelolaan Dan Akuntansi Zakat, Infaq dan Sodaqah

Posted by Irfan Kurniadi 03.09, under | No comments

I. PENDAHULUAN

Masyarakat muslim di Indonesia sebenarnya memiliki potensi strategik dan layak untuk dikembangkan menjadi salah satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi Zakat, Infak dan Sadaqah. Karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam dan secara kultural kewajiban zakat, berinfak dan sedekah di jalan Allah sudah mengakar kuat dalam tradisi kehidupan masyarakat muslim

Secara substantif, zakat, infaq dan sedekah adalah bagian dari mekanisme keagamaan yang berintikan semangat pemerataan pendapatan. Dana zakat diambil dari harta orang yang berkelebihan dan disalurkan bagi orang yang kekurangan, namun zakat tidak dimaksudkan memiskinkan orang kaya. Hal ini disebabkan karena zakat diambil dari sebagian kecil hartanya dengan beberapa kriteria tertentu dari harta yang wajib dizakati. Oleh karena itu, alokasi dana zakat tidak bisa diberikan secara sembarangan dan hanya dapat disalurkan kepada kelompok masyarakat tertentu

Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 80 triliun per tahun, potensi tersebut belum sebanding dengan zakat yang terkumpul dari seluruh Badan Amil Zakat Daerah (Bazda) seluruh Indonesia yang pada 2008 hanya sebesar Rp900 miliar setahun dan tahun 2009 peningkatan cukup signifikan, yakni sebesar Rp 19,3 triliun. Jumlah pengumpulan zakat Indonesia cukup minim, tidak sebanding dengan potensi yang ada, padahal potensi zakat itu cukup strategis dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Lembaga zakat harus menggunakan sistem pembukuan yang benar dan siap diaudit akuntan publik. Ini artinya standar akuntansi zakat mutlak diperlukan. Cuma masalahnya sekarang adalah sampai saat ini standar akuntansi zakat yang sah belum ada di Indonesia. Oleh karena itu penilaian terhadap modal untuk menghitung zakat harus dilakukan berdasarkan Current Cost Accounting

II. KONSEP DASAR ZAKAT

Menurut Etimologi syaruat Islam, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada orang orang yang berhak menerimanya

Zakat adalah rukun Islam yang ketiga yang diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun kedua Hijriah setelah diwajibkannya puasa Ramadhan dan zakat fitrah. Ayat ayat zakat, infaq dan shodaqoh yang turun di Mekkah baru berupa anjuran dan penyampaiannya menggunakan metode pujian bagi yang melaksanakan dan teguran bagi yang meninggalkan

Dalam akhir abad kedua puluh ini, bersamaan dengan kebangkitan kembali umat Islam diberbagai sektor kehidupan, ajaran zakat juga menjadi salah satu sektor yang mulai digali dari berbagai dimensinya. Meningkatnya kesejahteraan umat Islam memberikan harapan baru dalam mengaktualisasikan zakat. Apalagi kebangkitan ekonomi di dunia barat khususnya yang didasari pemikiran kapitalistik telah menimbulkan berbagai masalah dalam kehidupan ini seperti;kesenjangan dalam kehidupan sosial ekonomi.

Beberapa manfaat dan hikmah zakat menurut Heri Sudarsono dalam bukunya Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (2003) dapat dikemukakan sebagai berikut :
  1. Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu`afa
  2. Alat pembersih harta dan penjagaan dari ketamakan orang jahat
  3. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan dalam distribusi harta (social distribution) dan keseimbangan tanggungjawab individu dalam masyarakat
  4. Menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang terdiri atas prinsip–prinsip : ummatn wahidan (umat yang satu), musawah (persamaan derajat), ukhwah islamiyah (persaudaraan islam) dan tafakul ijti`ma (tanggung jawab bersama)
  5. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa dan menumbuhkan akhlaq mulia dan mengikis sifat bakhil (kikir)
  6. Zakat adalah ibadah maaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, dan pengikat persatuan ummat dan bangsa sebagai pengikat bathin antara golongan kaya dengan yang miskin dan sebagai penimbun jurang pemisah antara golongan yang kuat dengan yang lemah.
III. KONSEP AKUNTANSI ZAKAT

Kemunculan lembaga keuangan Islam khususnya Lembaga Pengelolaan Zakat sebagai organisasi yang relatif baru menimbulkan tantangan besar. Para pakar syariah Islam dan akuntansi harus mencari dasar bagi penerapan dan pengembangan standar akuntansi yang berbeda dengan standar akuntansi bank dan lembaga keuangan konvensional seperti telah dikenal selama ini.

Standar akuntansi tersebut menjadi kunci sukses Lembaga Pengelolaan Zakat dalam melayani masyarakat di sekitarnya sehingga, seperti lazim-nya, harus dapat menyajikan informasi yang cukup, dapat dipercaya, dan relevan bagi para penggunanya, namun tetap dalam konteks syariah Islam. Akuntabilitas organisasi pengelola zakat ditunjukkan dengan laporan keuangan serta audit terhadap laporan keuangan tersebut. Untuk bisa disahkan sebagai organisasi resmi, lembaga zakat harus menggunakan sistem pembukuan yang benar dan siap diaudit akuntan publik. Ini artinya standar akuntansi zakat mutlak diperlukan.

Berdasarkan tesis yang dibuat oleh Anies said M. Basalamah,MBA,Ak., yang berjudul AKUNTANSI ZAKAT, INFAQ DAN SHODAQOH : Pembukuan dan Pelaporannya (1995), dapat dijadikan acuan dalam membuat laporan keuangan zakat. Riset yang dilakukan oleh Anies Basalamah ini mengenai pengumpulan, pendistribusian dan pelaporan zakat dan shodaqoh di empat negara, yaitu Kanada, Indonesia, Pakistan dan Amerika Serikat.

Anies Basalamah mengklasifikasikan donasi yang dikumpulkan dalam Lembaga Amil Zakat menjadi tiga bentuk, yaitu :
  1. Shodaqoh yang tidak dimaksudkan oleh pemberinya untuk tujuan tertentu. Shodaqoh jenis ini merupakan dana yang tidak terbatas (unrestricted funds). Artinya, dana ini dapat digunakan untuk siapa saja selain kedelapan asnaf, baik muslim maupun non muslim.
  2. Shodaqoh yang dimaksudkan oleh pemberinya untuk diberikan dengan tujuan tertentu atau diberikan kepada penerima tertentu Zakat, yang dapat digolongkan sebagai dana yang terbatas penggunaannya (restricted funds) karena ia dibatasi oleh siapa atau dari sumber mana zakat ini berasal dan kepada siapa saja zakat ini disalurkan.
Selanjutnya, Anies Basalamah membagi sistem akuntansi dan pelaporan untuk LAZ menjadi dua bagian, yaitu untuk dana yang terbatas (restricted funds) yaitu zakat dan infaq , dan untuk dana yang tidak terbatas (unrestricted funds), yaitu dana shodaqoh.

IV. LAPORAN KEUANGAN KOMPREHENSIF UNTUK ZAKAT, INFAQ DAN SADAQAH

Aktivitas organisasi LIZ dapat dibagi menjadi dua akuntansi dana, yaitu Dana Zakat dan Infaq, serta Dana Shodaqoh yang mencangkup aktivitas Shodaqohyang tidak dibatasi penggunaannya (pendistribusiannya). Meskipun demikian, sebagai satu kesatuan, organisasi ZIS harus menyiapkan satu laporan keuangan komprehensif (menyeluruh) yang menggabungkan aktivitas dan laporan keuangan keduan dana tersebut.

Laporan ini terdiri dari Neraca, Laporan Penerimaan, Pengeluaran dan Perubahan Dana, Laporan Perubahan Posisi Keuangan, serta Catatan Atas Laporan Keuangan.

Neraca dan Laporan Penerimaan, Pengeluaran dan Perubahan Dana untuk organisasi ZIS ini merupakan penggabungan dari kedua dana tersebut, yaitu Dana Zakat dan Dana Shodaqoh. Sedangkan Laporan Perubahan Posisi Keuangan dan Catatan Atas Laporan Keuangan perlu ditambahkan sehingga menjadi laporan keuangan yang menyeluruh yang menggambarkan kondisi keuangan organisasi ZIS.

Laporan Perubahan Posisi Keuangan dimaksudkan untuk menjelaskan perubahan–perubahan yang tejadi dalam kas dan sejenisnya sebagaimana yang digambarkan di dalam Neraca. Catatan Atas Laporan Keuangan adalah penjelasan yang dilampirkan bersama–sama dengan laporan keuangan dan menjadi bagian tak terpisahkan dengan komponen laporan keuangan lainnya. Dalam catatan ini menjelaskan mengenai kebijakan – kebijakan akuntansi dan prosedur yang diterapkan oleh organisasi yang bersangkutan sehingga memperoleh angka–angka dalam laporan keuangan tersebut. Untuk menyesuaikan dengan prinsip akuntansi yang lazim, maka bentuk laporan keuangan komprehensif untuk organisasi ZIS.

1. Basis Akuntansi

Laporan keuangan yayasan Amanah disusun sesuai dengan harga pokok historis yang dimodifikasi untuk disesuaikan dengan Syariah. Laporan keuangan Yayasan Amanah ini meliputi dana yang berasal dari Shodaqoh, zakat serta Infaq. Dana yang berasal dari Shodaqoh dipertanggung jawabkan tersendiri dengan nama Dana Shodaqoh, sedangkan dana yang berasal dari Zakat dan Infaq pelaporannya digabung menjadi satu dengan nama Dana Zakat.

2. Piutang Dagang

Piutang dagang yang tampak dalam Neraca bukan disebabkan Yayasan Amanah menjual produk, melainkan karena memberikan pinjaman kepada para pedagang kecil sebagai modal kerja mereka. Pinjaman ini dananya diperoleh hanya dari dana Shodaqoh, dan diberikan khusus bagi mereka yang Amil anggap tidak mampu. Yaitu, penilaiannya didasarkan pada ketidak mampuan mereka. Meskipun demikian, mereka tetap diharapkan untuk mengembalikan pinjaman tersebut yang dapat menunjukkan keberhasilan mereka.

3. Persediaan

Akun persediaan digunakan untuk mengekomodasikan para pembayar zakat, Infaq dan shodaqoh yang memberikan bantuan dalam bentuk natura. Dengan demikian, akun ini pada prinsipnya merupakan jumlah barang yang akan dijual dan juga jumlah barang yang siap dibagi kepada mereka yang berhak menerimanya. Nilai persediaan yang tercantum dalam Neraca adalah nilai taksiran harga jual pada waktu barang – barang tersebut diterima dari para pemberi zakat, Infaq dan shodaqoh.

4. Uraian Mengenai Dana

Aktiva, kewajiban, dan saldo – saldo dana dipertanggung jawabkan dengan menggunakan empat dana yang masing – masing terpisah dimana masing – masing jumlah debit dan kreditnya sama. Dari keempat entitas akuntansi dan pelaporan tersebut dikelompokkan menjadi Dana Zakat dan Dana Shodaqoh. Uraian dari keempat dana tersebut adalah sebagai berikut :

a. Dana Shodaqoh

Dana Shodaqoh ini digunakan untuk mempertanggung jawabkan setiap kegiatan yang tidak ada pembatasannya menurut Syariah. Karena tidak ada pembatasan yang demikian maka danaini dapat digunakan atau dibagikan kepada mereka yang menurut Syariah diperkenankan ntuk menerima zakat. Meskipun demikian, akun yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan kantor Yayasan Amanah tidak dilaporkan didalam dana Shodaqoh ini, melainkan dilaporkan dalam dana Zakat.

b. Dana Zakat

Dana zakat ini mencangkup tiga dana yang tujuan distribusinya telah ditentukan, yaitu Zakat Khusus yang oleh pembayarnya disebutkan untuk orang – orang tertentu yang juga merupakan penerima zakat menurut Syariah, Zakat Lainnya yang oleh pembayarnya tidak disebutkan untuk orang – orang tertentu tetapi tetap merupakan penerima zakat menurut syariah, dan Infaq. Zakat merupakan kewajiban sedangkan Infaq bukan merupakan suatu kewajiban, tetapi merupakan kebaikan para pemberinya. Infaq ini olh pemberinya biasanya disebutkan untu siapa saja dana ini harus diberikan. Selama ini yang dilakukan Yayasan Amanah adalah memberikan beasiswa kepada para yatim dan Piatu serta yang tergolong fakir dan miskin.

5. Aktiva tetap

Aktiva tetap yang dibeli dicatat berdasarkan harga belinya, sedangkan aktiva tetap dari pemberian ( donasi ) atau waqaf dinilai berdasarkan taksiran harga pasarnya pada saat aktiva tersebut diterima.

V. MANAJEMEN PENGELOLAAN ZAKAT

Bicara zakat, yang terpenting dan tidak boleh dilupakan adalah peran para amil zakat selaku pengemban amanah pengelolaan dana-dana itu. Jika amil zakat baik, maka tujuh asnaf mustahik lainnya insya Allah akan menjadi baik. Tapi jika amil zakat-nya tidak baik, maka jangan diharap tujuh asnaf mustahik yang lain akan menjadi baik. Itulah nilai strategisnya amil zakat. Dengan kata lain, hal terpenting dari zakat adalah bagaimana mengelolanya (manajemennya).

Hal-hal itulah yang menjadi latar belakang perlu dibuatnya peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat. Tentunya dengan adanya aturan-aturan tersebut, pengelolaan zakat yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat, baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ), diharapkan bisa lebih baik. Sehingga kepercayaan masyarakat muzakki kepada organisasi pengelola zakat dapat meningkat. Manajemen suatu organisasi pengelola zakat (OPZ) harus dapat diukur. Untuk itu kami mencoba merumuskannya dengan tiga kata kunci, yaitu:

1. Amanah

Sifat Amanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh setiap amil zakat. Tanpa adanya sifat ini, hancurlah semua system yang dibangun. Sebagaimana hancurnya perekonomian kita yang lebih besar disebabkan karena rendahnya moral (moral hazard) dan tidak amanahnya para pelaku ekonomi. Sebaik apapun sistem yang ada, akan hancur juga jika moral pelakunya rendah. Terlebih dana yang dikelola oleh OPZ adalah dana ummat. Dana yang dikelola itu secara esensi adalah milik mustahik. Dan muzakki setelah memberikan dananya kepada OPZ tidak ada keinginan sedikitpun untuk mengambil dananya lagi. Kondisi ini menuntut dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat.

2. Profesional

Sifat amanah belumlah cukup. Harus diimbangi dengan profesionalitas pengelolaannya. Hanya dengan profesionalitas yang tinggilah dana-dana yang dikelola akan menjadi efektif dan efisien.

3. Transparan

Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka kita menciptakan suatu system kontrol yang baik, karena tidak hanya melibatkan pihak intern organisasi saja tetapi jiga akan melibatkan pihak ekstern seperti para muzakki maupun masyarakat secara luas. Dan dengan transparansi inilah rasa curiga dan ketidakpercayaan masyarakat akan dapat diminimalisasi.

Tiga kata kunci tersebut kita namakan prinsip “Good Organization Governance.” Diterapkannya tiga prinsip di atas insya Allah akan membuat OPZ, baik BAZ maupun LAZ, dipercaya oleh masyarakat luas.

Ketiga kata kunci di atas coba kita jabarkan lebih lanjut, sehingga dapat diimplementasikan dengan mudah. Itulah yang kita sebut dengan prinsip-prinsip dasar manajemen organisasi pengelola zakat (OPZ).

1. Aspek Kelembagaan

Dari aspek kelembagaan, sebuah OPZ seharusnya memperhatikan berbagai faktor berikut:

a. Visi dan Misi

Setiap OPZ harus memiliki visi dan misi yang jelas. Hanya dengan visi dan misi inilah maka aktivitas/kegiatan akan terarah dengan baik. Jangan sampai program yang dibuat cenderung ‘sekedar bagi-bagi uang’. Apalagi tanpa disadari dibuat program ‘pelestarian kemiskinan’.

b. Kedudukan dan Sifat Lembaga

Kedudukan OPZ dapat dijelaskan sebagai berikut: BAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk oleh pemerintah, di mana pengelolanya terdiri dari unsur-unsur pemerintah (sekretaris adalah ex-officio pejabat Depag) dan masyarakat. Pembentukannya harus sesuai dengan mekanisme sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Dirjen Bimas Islam & Urusan Haji No. D/291 Tahun 2001. Sedangkan LAZ adalah organisasi pengelola zakat yang dibentuk sepenuhnya atas prakarsa masyarakat dan merupakan badan hukum tersendiri, serta dikukuhkan oleh pemerintah.

Pengelolaan dari kedua jenis OPZ di atas haruslah bersifat:

1. Independen

Dengan dikelola secara independen, artinya lembaga ini tidak mempunyai ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau lembaga lain. Lembaga yang demikian akan lebih leluasa untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat donatur.

2. Netral

Karena didanai oleh masyarakat, berarti lembaga ini adalah milik masyarakat, sehingga dalam menjalankan aktivitasnya lembaga tidak boleh hanya menguntungkan golongan tertentu saja (harus berdiri di atas semua golongan). Karena jika tidak, maka tindakan itu telah menyakiti hati donatur yang berasal dari golongan lain. Sebagai akibatnya, dapat dipastikan lembaga akan ditinggalkan sebagian donatur potensialnya.

3. Tidak Berpolitik (praktis)

Lembaga jangan sampai terjebak dalam kegiatan politik praktis. Hal ini perlu dilakukan agar donatur dari partai lain yakin bahwa dana itu tidak digunakan untuk kepentingan partai politik.

4. Tidak Diskriminasi

Kekayaan dan kemiskinan bersifat universal. Di manapun, kapanpun, dan siapapun dapat menjadi kaya atau miskin. Karena itu dalam menyalurkan dananya, lembaga tidak boleh mendasarkan pada perbedaan suku atau golongan, tetapi selalu menggunakan parameter-parameter yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara syari’ah maupun secara manajemen.

c. Legalitas dan Struktur Organisasi

Khususnya untuk LAZ, badan hukum yang dianjurkan adalah Yayasan yang terdaftar pada akta notaris dan pengadilan negeri. Struktur organisasi seramping mungkin dan disesuaikan dengan kebutuhan, sehingga organisasi akan lincah dan efisien.

2. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM)

SDM merupakan asset yang paling berharga. Sehingga pemilihan siapa yang akan menjadi amil zakat harus dilakukan dengan hati-hati. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Perubahan Paradigma: Amil Zakat adalah sebuah Profesi

Begitu mendengar pengelolaan zakat, sering yang tergambar dalam benak kita adalah pengelolaan yang tradisional, dikerjakan dengan waktu sisa, SDM-nya paruh waktu, pengelolanya tidak boleh digaji, dan seterusnya. Sudah saatnya kita merubah paradigma dan cara berpikir kita. Amil zakat adalah sebuah profesi. Konsekuensinya dia harus professional. Untuk professional, salah satunya harus bekerja purna waktu (full time). Untuk itu harus digaji secara layak, sehingga dia bisa mencurahkan segala potensinya untuk mengelola dana zakat secara baik. Jangan sampai si amil zakat masih harus mencari tambahan penghasilan, yang pada akhirnya dapat mengganggu pekerjaannya selaku amil zakat.

b. Kualifikasi SDM

Jika kita mengacu di jaman Rasulullah SAW, yang dipilih dan diangkat sebagai amil zakat merupakan orang-orang pilihan. Orang yang memiliki kualifikasi tertentu. Secara umum kualifikasi yang harus dimiliki oleh amil zakat adalah: muslim, amanah, dan paham fikih zakat.
Sesuai dengan struktur organisasi di atas, berikut dipaparkan kualifikasi SDM yang dapat mengisi posisi-posisi tersebut:

3. Sistem Pengelolaan

a. Memiliki sistem, prosedur dan aturan yang jelas

Sebagai sebuah lembaga, sudah seharusnya jika semua kebijakan dan ketentuan dibuat aturan mainnya secara jelas dan tertulis. Sehingga keberlangsungan lembaga tidak bergantung kepada figur seseorang, tetapi kepada sistem. Jika terjadi pergantian SDM sekalipun, aktivitas lembaga tidak akan terganggu karenanya

b. Manajemen terbuka

Karena OPZ tergolong lembaga publik, maka sudah selayaknya jika menerapkan manajemen terbuka. Maksudnya, ada hubungan timbal balik antara amil zakat selaku pengelola dengan masyarakat. Dengan ini maka akan terjadi sistem kontrol yang melibatkan unsur luar, yaitu masyarakat itu sendiri.

c. Mempunyai rencana kerja (activity plan)

Rencana kerja disusun berdasarkan kondisi lapangan dan kemampuan sumber daya lembaga. Dengan dimilikinya rencana kerja, maka aktivitas OPZ akan terarah. Bahkan dapat dikatakan, dengan dimilikinya rencana kerja yang baik, itu berarti 50% target telah tercapai.

d. Memiliki Komite Penyaluran (lending committee)

Agar dana dapat tersalur kepada yang benar-benar berhak, maka harus ada suatu mekanisme sehingga tujuan tersebut dapat tercapai. Salah satunya adalah dibentuknya Komite Penyaluran. Tugas dari komite ini adalah melakukan penyeleksian terhadap setiap penyaluran dana yang akan dilakukan. Apakah dana benar-benar disalurkan kepada yang berhak, sesuai dengan ketentuan syari’ah, prioritas dan kebijakan lembaga.

Prioritas penyaluran perlu dilakukan. Hal ini tentunya berdasarkan survei lapangan, baik dari sisi asnaf mustahik maupun bidang garapan (ekonomi, pendidikan, da’wah, kesehatan, sosial, dan lain sebagainya). Prioritas ini harus dilakukan karena adanya keterbatasan sumber daya dan dana dari lembaga.

e. Memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan

Sebagai sebuah lembaga publik yang mengelola dana masyarakat, OPZ harus memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik. Manfaatnya antara lain: Akuntabilitas dan transparansi lebih mudah dilakukan, karena berbagai laporan keuangan dapat lebih mudah dibuat dengan akurat dan tepat waktu, Keamanan dana relatif lebih terjamin, karena terdapat system kontrol yang jelas. Semua transaksi relatif akan lebih mudah ditelusuri Efisiensi dan efektivitas relatif lebih mudah dilakukan.

f. Diaudit

Sebagai bagian dari penerapan prinsip transparansi, diauditnya OPZ sudah menjadi keniscayaan. Baik oleh auditor internal maupun eksternal. Auditor internal diwakili oleh Komisi Pengawas atau internal auditor. Sedangkan auditor eksternal dapat diwakili oleh Kantor Akuntan Publik atau lembaga audit independen lainnya.

g. Publikasi

Semua yang telah dilakukan harus disampaikan kepada publik, sebagai bagian dari pertanggungjawaban dan transparan-nya pengelola. Caranya dapat melalui media massa seperti surat kabar, majalah, buletin, radio, TV, dikirim langsung kepada para donatur, atau ditempel di papan pengumuman yang ada di kantor OPZ yang bersangkutan. Hal-hal yang perlu dipublikasikan antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan, nama-nama penerima bantuan, dan lain sebagainya.

h. Perbaikan terus-menerus (continous improvement)

Hal yang tidak boleh dilupakan adalah dilakukannya peningkatan dan perbaikan secara terus-menerus tanpa henti. Karena dunia terus berubah. Orang mengatakan “Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri.”

Oleh karena itu agar tidak dilindas jaman, kita harus terus mengadakan perbaikan. Jangan pernah puas dengan yang ada saat ini. Salah satunya perlu diadakan yang namanya “Pendidikan Profesi Berkelanjutan” bagi profesi amilin zakat ini.

Serentetan Permasalahan

Agar apa yang telah diuraikan di atas dapat tercapai, maka diperlukan berbagai perangkat. Perangkat-perangkat inilah yang seharusnya diadakan oleh pemerintah c.q. Departemen Agama c.q. Direktorat Pemberdayaan Zakat. Tentunya bisa bekerjasama dengan berbagai pihak. Dengan perangkat-perangkat itulah diharapkan akan tercipta kondisi yang kondusif bagi berkembangnya organisasi pengelola zakat di Indonesia.

Departemen Agama (c.q. Direktorat Pemberdayaan Zakat) harus memainkan peran sebagai fasilitator, regulator, dan pengayom bagi seluruh OPZ yang ada, baik BAZ maupun LAZ. Jangan sampai Depaq terjebak dalam kegiatan-kegiatan yang justru membuat kondisi semakin tidak kondusif.

Di lain pihak, saat ini masih terdapat kendala-kendala yang harus segera diatasi. Diantaranya:
  • Lemahnya sosialisasi UU nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat beserta peraturan di bawahnya Kenyataan di lapangan menunjukkan, masih sangat banyak masyarakat yang belum mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan zakat ini. Padahal UU no. 38/1999 sudah berjalan hampir 2 tahun.
  • Belum adanya Peraturan Pemerintah (PP) atau Surat Keputusan Bersama (SKB). UU no. 38/1999 setidaknya melibatkan tiga departemen, yaitu Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, dan Departemen Keuangan. Tanpa dipayungi oleh PP atau SKB, dapat diprediksi bahwa implementasi UU no. 38/1999 tersebut tidak akan dapat berjalan secara mulus.
Selain hal-hal di atas, diperlukan juga berbagai perangkat lain yaitu:

1. Standardisasi Mutu SDM Amil Zakat

Agar SDM yang menjadi amil zakat adalah orang-orang yang benar-benar memenuhi kualifikasi dan profesional, maka diperlukan suatu standar kualifikasi SDM Amil Zakat. Pada akhirnya, dibutuhkan suatu sistem sertifikasi dan uji kelayakan (fit and proper test) terhadap SDM yang akan berkiprah sebagai amil zakat.

2. Standardisasi Lembaga OPZ

Selain standardisasi SDM, diperlukan juga standardisasi lembaga OPZ. Hal ini berguna sebagai petunjuk bagi setiap pihak yang ingin mendirikan OPZ. Tujuannya agar lembaga OPZ ini benar-benar bisa berjalan secara baik dan dapat dipertanggungjawabkan.

VI. KESIMPULAN
  1. Kedudukan kewajiban zakat dalam Islam sangat mendasar dan fundamental. Zakat bukan sekedar kebaikan hati orang kaya terhadap orang miskin, melainkan zakat adalah hak Tuhan dan hak orang miskin yang terdapat dalam harta si kaya. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, zakat tidak hanya dimaknai secara teologis (ibadah) tetapi juga dimaknai secara sosial-ekonomi, yaitu sebagai mekanisme distribusi kekayaan. Dengan kata lain, zakat merupakan faktor utama dalam pemerataan harta benda dikalangan umat Islam.
  2. Dengan Jumlah Penduduk Muslim yang sangat besar, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 80 triliun per tahun, potensi tersebut belum sebanding dengan zakat yang terkumpul dari seluruh Badan Amil Zakat Daerah (Bazda) seluruh Indonesia yang pada 2008 hanya sebesar Rp900 miliar setahun dan tahun 2009 peningkatan cukup signifikan, yakni sebesar Rp 19,3 triliun.
  3. Donasi yang dikumpulkan dalam Lembaga Amil Zakat ada tiga bentuk, yaitu: Shodaqoh yang tidak dimaksudkan oleh pemberinya untuk tujuan tertentu. Shodaqoh jenis ini merupakan dana yang tidak terbatas (unrestricted funds). Shodaqoh yang dimaksudkan oleh pemberinya untuk diberikan dengan tujuan tertentu atau diberikan kepada penerima tertentu. Dan Zakat, yang dapat digolongkan sebagai dana yang terbatas penggunaannya (restricted funds) karena ia dibatasi oleh siapa atau dari sumber mana zakat ini berasal dan kepada siapa saja zakat ini disalurkan
  4. Pengelolaan zakat harus dikelola dengan baik. Tentunya dengan adanya aturan-aturan, pengelolaan zakat yang dilakukan oleh organisasi pengelola zakat, baik Badan Amil Zakat (BAZ) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ), diharapkan bisa lebih baik. Sehingga kepercayaan masyarakat muzakki kepada organisasi pengelola zakat dapat meningkat. Manajemen suatu organisasi pengelola zakat (OPZ) harus dapat diukur
DAFTAR PUSTAKA

A Djazuli, Yadi Janwari, lembaga-lembaga perekonomiaan umat: sebuah pengenalan, Jakarta: Raja Grafindo Persada , 2002
Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (2003)
Anies Said M Basalamah, MBA, Ak Tesis Akuntansi Zakat, Infaq dan Shodaqoh : Pembukuan dan Pelaporannya (1995)
http://bataviase.co.id/detailberita-10531793.html
http://www.antara.co.id/view/?i=1235991716&c=NAS&s=
http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/2008052302283801312283.pdf

Sabtu, 09 April 2011

Investasi dalam Perspektif Syariah

Posted by Irfan Kurniadi 01.33, under | No comments

Investasi pada dasarnya adalah bentuk aktif dari ekonomi syariah. Dalam Islam setiap harta ada zakatnya. Jika harta tersebut didiamkan, maka lambat laun akan termakan oleh zakatnya. Salah satu hikmah dari zakat ini adalah mendorong setiap muslim untuk menginvestasikan hartanya agar bertambah.

Investasi mengenal harga. Harga adalah nilai jual atau beli dari sesuatu yang diperdagangkan. Selisih harga beli terhadap harga jual disebut profit margin. Harga terbentuk setelah terjadinya mekanisme pasar.

Suatu pernyataan penting al-Ghozali sebagai ulama besar adalah keuntungan merupakan kompensasi dari kepayahan perjalanan, risiko bisnis dan ancaman keselamatan diri pengusaha. Sehingga sangat wajar seseorang memperoleh keuntungan yang merupakan kompensasi dari risiko yang ditanggungnya.

Ibnu Taimiah berpendapat bahwa penawaran bisa datang dari produk domestik dan impor. Perubahan dalam penawaran digambarkan sebagai peningkatan atau penurunan dalam jumlah barang yang ditawarkan, sedangkan permintaan sangat ditentukan harapan dan pendapatan. Besar kecilnya kenaikan harga tergantung besarnya perubahan penawaran dan atau permintaan. Bila seluruh transaksi sudah sesuai dengan aturan, kenaikan harga yang terjadi merupakan kehendak Allah SWT.

Prinsip-prinsip Ekonomi Islam dalam Investasi

Prinsip-prinsip Islam dalam muamalah yang harus diperhatikan oleh pelaku investasi syariah (pihak terkait) adalah:
  1. Tidak mencari rizki pada hal yang haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang haram.
  2. Tidak mendzalimi dan tidak didzalimi.
  3. Keadilan pendistribusian kemakmuran.
  4. Transaksi dilakukan atas dasar ridha sama ridha.
  5. Tidak ada unsur riba, maysir (perjudian/spekulasi), dan gharar (ketidakjelasan/samar-samar).
Berdasarkan keterangan di atas, maka kegiatan di pasar modal mengacu pada hukum syariat yang berlaku. Perputaran modal pada kegiatan pasar modal syariah tidak boleh disalurkan kepada jenis industri yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang diharamkan. Pembelian saham pabrik minuman keras, pembangunan penginapan untuk prostitusi dan lainnya yang bertentangan dengan syariah berarti diharamkan.

Semua transaksi yang terjadi di bursa efek harus atas dasar suka sama suka, tidak ada unsur pemaksaan, tidak ada pihak yang didzalimi atau mendzalimi. Seperti goreng-menggoreng saham. Tidak ada unsur riba, tidak bersifat spekulatif atau judi dan semua transaksi harus transparan, diharamkan adanya insider trading.

Analisis Fikih

Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank syariah. Prinsip ini juga dikenal sebagai qiradh atau muqaradah.

Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis perkongsian, dimana pihak perama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggungjawab atas pengelolaan usaha.

Orang-orang Madinah meyebut kontrak jenis ini dengan sebutan muqaradah, dimana perkataan ini diambil dari perkataan qard yang berarti menyerahkan. Dalam hal ini pemilik modal akan menyerahkan modalnya kepada pengusaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil untung/rugi yang telah disepakati bersama sejak awal. Kalau rugi, maka pemilik modal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerja keras dan manajerial skil selama proyek berlangsung.

Mudharabah adalah suatu kerjasama kemitraan yang terdapat pada zaman jahiliah yang diakui oleh Islam. Di antara orang yang melakukan kegiatan mudharabah ialah Nabi Muhammad SAW sebelum beliau menjadi Rasul. Beliau bermudharabah dengan calon istrinya Khadijah dalam melakukan perniagaan antara Negeri Makkah dengan Negeri Syam.

Dalam transaksi mudharabah harus memenuhi rukun mudharabah meliputi, yaitu:
  1. Shahibul maal (pemilik dana/nasabah).
  2. Mudharib (pengelola dana/pengusaha/bank), amal (usaha/pekerjaan).
  3. Ijab dan Qabul.
Dilihat dari kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
  1. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan apapun urusan dalam proyek tersebut, dan tidak terikat dengan waktu, tempat, jenis, perusahaan, pelanggan. Investasi tidak terikat ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito.
  2. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti, hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi.
Pada transaksi ini bank dilarang untuk menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja, dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee.

Pada pola investasi terikat dapat dilakukan dengan cara channelling dan executing, yakni:
  1. Channelling, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun.
  2. Executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah.
(Dikutip dari: Prospek dan Risiko dalam Investasi Syariah oleh Muhammad Budi Setiawan)

Sabtu, 23 Oktober 2010

Urgensi Standarisasi Akuntansi Perbankan Syariah

Posted by Irfan Kurniadi 20.39, under | No comments

Salah satu permasalahan mendasar yang dihadapi oleh kalangan perbankan syariah saat ini adalah standarisasi sistem akuntansi dan audit, yang bertujuan untuk menciptakan transparansi keuangan sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan keuangan kepada masyarakat. Kita mengetahui bahwa diantara kunci kesuksesan suatu bank syariah sangat ditentukan oleh tingkat kepercayaan publik terhadap kekuatan finansial bank yang bersangkutan, dan kepercayaan terhadap kesesuaian operasional bank dengan sistem syariah Islam. Kepercayaan ini terutama kepercayaan yang diberikan oleh para depositor dan investor, dimana keduanya termasuk stakeholder utama sistem perbankan di dunia ini.

Salah satu sumber utama untuk meraih kepercayaan publik adalah tingkat kualitas informasi yang diberikan kepada publik, dimana bank syariah harus mampu meyakinkan publik bahwa ia memiliki kemampuan dan kapasitas di dalam mencapai tujuan-tujuan finansial maupun tujuan-tujuan yang sesuai dengan syariat Islam. Karena itu, membangun sebuah sistem akuntansi dan audit yang bersifat standar merupakan sebuah keniscayaan dan telah menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi. Tanpa itu, mustahil bank syariah dapat meningkatkan daya saingnya dengan kalangan perbankan konvensional. Bahkan jika kita melihat pada Al-Quran, maka kebutuhan pencatatan transaksi dalam sebuah sistem akuntansi yang tertata merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam QS Al-Baqarah : 282, dimana Allah SWT berfirman : ¡°Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…

Tentu saja, kalau kita kaitkan ayat tersebut dengan konteks perbankan kontemporer, maka memiliki sistem akuntansi yang sistematis, transparan, dan bertanggungjawab, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Namun yang perlu kita perhatikan, terutama pada tataran operasional, sistem akuntansi pada perbankan syariah memiliki karakter tersendiri yang berbeda dengan sistem akuntansi perbankan konvensional, meski pada aspek-aspek tertentu, keduanya memiliki persamaan-persamaan. Diantara perbedaan yang sangat prinsipil adalah larangan riba / bunga dalam praktek perbankan syariah dan differensiasi produk perbankan syariah yang lebih variatif dan beragam bila dibandingkan dengan sistem perbankan konvensional. Sehingga konsep dan struktur dasar investasi dan keuangan pada sistem perbankan syariah haruslah menjadi konsideran utama didalam membangun sistem akuntansi yang kredibel.

Mekanisme Dasar Bank Syariah

Sebagai sebuah lembaga intermediasi keuangan, mekanisme dasar bank syariah adalah menerima deposito dari pemilik modal (depositor) pada sisi liability-nya (kewajiban) untuk kemudian menawarkan pembiayaan kepada investor pada sisi asetnya, dengan pola atau skema pembiayaan yang sesuai dengan syariat Islam. Pada sisi kewajiban, terdapat dua kategori utama, yaitu interest-free current and saving accounts dan investment accounts yang berdasarkan pada prinsip PLS (Profit and Loss Sharing) antara pihak bank dengan pihak depositor. Sedangkan pada sisi aset, yang termasuk didalamnya adalah segala bentuk pola pembiayaan yang bebas riba dan sesuai standar syariah, seperti mudarabah, musyarakah, istisna, salam, dan lain-lain.

Untuk mencapai tujuan akuntansi yang bersifat standar, maka struktur dasar aktivitas investasi dapat kita bagi kedalam dua bagian, yaitu pertama, unrestricted investment accounts (rekening investasi tanpa batasan) dan yang kedua, yaitu restricted investment accounts (rekening investasi dengan batasan). Adapun maksud poin yang pertama adalah bank Islam memiliki kebebasan untuk menginvestasikan dana yang diterimanya pada berbagai kegiatan investasi tanpa dibatasi oleh ketentuan-ketentuan tertentu, termasuk menggunakannya secara bersama-sama dengan modal pemilik bank. Sedangkan maksud pada poin yang kedua adalah pihak bank hanya bertindak sebagai manajer yang tidak memiliki otoritas untuk mencampurkan dana yang diterimanya dengan modal pemilik banknya tanpa persetujuan investor. Selain kedua hal tersebut, bank syariah juga harus merefleksikan fungsinya sebagai pengelola dana zakat, dan dana-dana amal lainnya termasuk dana qard hasan. Sementara itu, pada aspek pengenalan (recognition), pengukuran (measurement), dan pencatatan (recording) setiap transaksi pada sistem akuntansi bank syariah terdapat kesamaan dengan proses-proses yang terjadi pada sistem konvensional.

Tujuan Akuntansi Keuangan

Untuk menjaga konsistensi, baik yang bersifat internal maupun eksternal bank, maupun untuk menjamin kesesuaiannya dengan syariat Islam, maka kita perlu mendefinisikan tujuan standarisasi akuntansi keuangan pada bank syariah. Hal ini juga sebagai upaya untuk memberikan panduan umum didalam menentukan sejumlah pilihan berdasarkan alternatif-alternatif yang ada. Adapun tujuan sistem akuntansi keuangan ini adalah pertama, untuk menentukan hak dan kewajiban semua pihak yang berkepentingan, seperti para depositor dan pemilik bank. Kemudian yang kedua adalah untuk menjamin keamanan dan keselamatan aset bank syariah, termasuk menjamin hak bank yang bersangkutan dan hak stakeholder lainnya. Yang ketiga, menjamin perbaikan manajemen dan kapabilitas produktif bank syariah agar senantiasa selaras dengan tujuan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Dan yang keempat adalah untuk menyediakan laporan keuangan yang berguna bagi para pemakainya ¡ªseperti pemegang saham, pemilik rekening, otoritas fiskal, dll¡ª sehingga memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang legitimate didalam melakukan negosiasi dan transaksi dengan pihak bank syariah.

Agar sebuah laporan keuangan tersebut benar-benar dapat dipertanggungjawabkan, maka kualitas informasi yang diberikan harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain : (i) asas manfaat, terutama bagi pihak pemakainya; (ii) relevansi antara laporan keuangan tersebut dengan tujuan pelaporannya; (iii) tingkat kepercayaan; (iv) komparabilitas, artinya dapat diperbandingkan berdasarkan periode waktu tertentu; (v) konsistensi, artinya metode yang digunakan konsisten dan tidak mudah berubah; dan (vi) mudah dipahami, serta tidak multi interpretasi. Selain keenam hal tersebut, informasi yang diberikan juga harus mencakup beberapa aspek. Pertama, informasi yang tersedia harus mampu menggambarkan pencapain tujuan yang ada dan konsistensinya dengan syariat. Jika bank melakukan deal pada transaksi yang diharamkan, misalnya terkait dengan sistem riba, maka harus dijelaskan secara detil mengenai pemisahan pencatatan transaksi tersebut. Dan yang kedua, informasi tersebut harus mampu membantu pihak luar bank untuk mengevaluasi rasio kecukupan modal, resiko investasi, likuiditas, dan berbagai aspek finansial perbankan lainnya. Ini sangat penting dilakukan, sehingga kredibilitas bank dapat dipertanggungjawabkan.

Tantangan kedepan

Saat ini, berbagai upaya telah dilakukan untuk membangun sistem auditing dan akuntansi yang bersifat standar bagi kalangan perbankan syariah. Diantaranya adalah upaya yang dilakukan oleh AAOIFI (the Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang berbasis di Bahrain. Sejak berdiri pada tahun 1991, lembaga ini telah banyak memberikan kontribusi yang signifikan. Namun tentu saja, masih banyak hal yang harus dikerjakan oleh para pakar dan praktisi perbankan syariah. Hal ini dikarenakan tantangan yang semakin besar, termasuk bagaimana bersaing secara sehat dan produktif dengan kalangan perbankan konvensional.

Diantara tantangan yang terberat kedepannya adalah bagaimana menciptakan standar metodologi akuntansi terhadap beragam tipe pola atau skema pembiayaan perbankan syariah yang dapat diterima secara internasional. Kemudian juga adalah tantangan regulasi yang secara umum belum menunjukkan keberpihakan yang lebih terhadap sektor perbankan syariah. Namun penulis berkeyakinan, bila semua pihak tetap konsisten didalam menegakkan konsep perbankan syariah secara utuh, maka lambat laun perbankan syariah kedepannya memiliki harapan untuk dapat menggantikan sistem perbankan konvensional. Semoga. Wallahu`alam.

Sumber: Republika Online
Oleh:
Irfan Syauqi Beik (Dosen FEM IPB dan Mahasiswa Program S3 Ekonomi Syariah IIU Malaysia)
Laily Dwi Arsyianti (Mahasiswa Program S2 Keuangan Syariah IIU Malaysia)

Sabtu, 02 Oktober 2010

Prinsip Pengelolaan Zakat

Posted by Irfan Kurniadi 01.22, under | No comments

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, maka yang dimaksud “Pengelolaan Zakat” adalah kegiatan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sebelum mendiskusikan tentang pengelolaan zakat maka yang perlu pertama kali di dibicarakan adalah menentukan VISI dan MISI dari lembaga zakat yang akan dibentuk. Bagaimana Visi lembaga zakat yang akan dibentuk serta misi apa yang hendak dijalankan guna menggapai visi yang telah ditetapkan, akan sangat mewarnai gerak dan arah yang hendak dituju dari pembentukan lembaga zakat tersebut. Visi dan misi ini harus disosialisasikan kepada segenap pengurus agar menjadi pedoman dan arah dari setiap kebijakan atau keputusan yang diambil. Sehingga lembaga zakat yang dibentuk memiliki arah dan sasaran yang jelas.

Selanjutnya adalah melakukan “pengelolaan zakat” sebagaimana dijelaskan dalam maksud definisi pengelolaan zakat diatas. Diawali dengan kegiatan perencanaan, dimana dapat meliputi perencanaan program beserta budgetingnya serta pengumpulan (collecting) data muzakki dan mustahiq, kemudian pengorganisasian meliputi pemilihan struktur organisasi (Dewan pertimbangan, Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana), penempatan orang-orang (amil) yang tepat dan pemilihan system pelayanan yang memudahkan ditunjang dengan perangkat lunak (software) yang memadai, kemudian dengan tindakan nyata (pro active) melakukan sosialisasi serta pembinaan baik kepada muzakki maupun mustahiq dan terakhir adalah pengawasan dari sisi syariah, manajemen dan keuangan operasional pengelolaan zakat. 4 (empat) hal diatas menjadi persyaratan mutlak yang harus dilakukan terutama oleh lembaga pengelola zakat baik oleh BAZ (Badan Amil Zakat) maupun LAZ (Lembaga Amil Zakat) yang profesional.

Tujuan besar dilaksanakannya pengelolaan zakat adalah

1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam penunaian dan dalam pelayanan ibadah zakat.

Sebagaimana realitas yang ada dimasyarakat bahwa sebagian besar umat Islam yang kaya (mampu) belum menunaikan ibadah zakatnya, jelas ini bukan persoalan “kemampuan” akan tetapi adalah tentang “kesadaran ibadah zakat” yang kurang terutama dari umat Islam sendiri. Hal ini menyimpan pekerjaan rumah tersendiri bagaimana secara umum umat Islam meningkat kesadaran beragamanya.

2. Meningkatnya fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

Zakat adalah merupakan salah satu institusi yang dapat dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau menghapuskan derajad kemiskinan masyarakat serta mendorong terjadinya keadilan distribusi harta. Karena zakat itu dipungut dari orang-orang kaya untuk kemudian didistribusikan kepada mustadz’afiin (fakir miskin) di daerah dimana zakat itu dipungut. Jelas hal ini akan terjadi aliran dana dari para aghniya kepada dhuafa dalam berbagai bentuknya mulai dari kelompok konsumtif maupun produktif (investasi). Maka secara sadar, penunaian zakat akan membangkitkan solidaritas sosial, mengurangi kesenjangan sosial dan pada gilirannya akan mengurangi derajad kejahatan ditengah masyarakat. Lembaga zakat harus memahami peranan ini, sebagaimana Qur’an sendiri menfirmankan, “… Kaila yakuna dhulatan Bainal Aghniya’a Minkum…” agar harta itu tidak saja beredar diantara orang-orang kaya saja disekitarmu.

3. Meningkatnya hasil guna dan daya guna zakat.

Setiap lembaga zakat sebaiknya memiliki database tentang muzakki dan mustahiq. Profil muzakki perlu didata untuk mengetahui potensi-potensi atau peluang untuk melakukan sosialisasi maupun pembinaan kepada muzakki. Muzakki adalah nasabah kita seumur hidup, maka perlu adanya perhatian dan pembinaan yang memadai guna memupuk nilai kepercayaannya. Terhadap mustahiqpun juga demikian, program pendistribusian dan pendayagunaan harus diarahkan sejauh mana mustahiq tersebut dapat meningkatkan kualitas kehidupannya, dari status mustahiq berubah menjadi muzakki.

Ada 2 (dua) kelembagaan pengelola zakat yang diakui pemerintah, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Kedua-duanya telah mendapat payung perlindungan dari pemerintah. Wujud perlindungan pemerintah terhadap kelembagaan pengelola zakat tersebut adalah Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, Keputusan Menteri Agama RI Nomor 581 tahun 1999 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, serta Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Disamping memberikan perlindungan hukum pemerintah juga berkewajiban memberikan pembinaan serta pengawasan terhadap kelembagaan BAZ dan LAZ di semua tingkatannya mulai ditingkat Nasional, Propinsi, Kabupaten/Kota sampai Kecamatan. Dan pemerintah berhak melakukan peninjauan ulang (pencabutan ijin) bila lembaga zakat tersebut melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap pengelolaan dana yang dikumpulkan masyarakat baik berupa zakat, infaq, sadaqah, & wakaf.

Untuk mendapatkan sertifikasi atau pengukuhan dari pemerintah, setiap Lembaga Amil Zakat mengajukan permohonan kepada pemerintah dengan melampirkan :
  1. Akte pendirian (berbadan hukum)
  2. Data (base) muzakki dan mustahiq
  3. Daftar susunan pengurus
  4. Rencana program kerja jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang
  5. Neraca atau laporan posisi keuangan, serta
  6. Surat pernyataan kesediaan untuk diaudit oleh lembaga yang independen.

Selanjutnya setiap lembaga zakat yang telah mendapat sertifikasi dari pemerintah berkewajiban:
  1. Segera melakukan kegiatan sesuai dengan program kerja yang dicanangkan
  2. Menyusun laporan termasuk laporan keuangan
  3. Membuat publikasi laporan keuangan yang telah diaudit melalui media massa, kemudian
  4. Menyerahkan laporan kepada pemerintah.
Teknis operasional pengelolaan zakat dilakukan oleh amil dengan beberapa kriteria sebagai berikut : memiliki sifat amanah, mempunyai visi dan misi, berdedikasi, professional dan berintegritas tinggi.

Menurut perangkat perundang-undangan yang ada bahwa zakat yang dibayarkan melalui badan amil zakat (BAZ) atau lembaga Amil Zakat (LAZ) yang mendapat sertifikasi dari pemerintah dapat digunakan sebagai faktor pengurang penghasilan kena pajak dari Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan bukti setoran yang sah. Bukti Setoran Zakat yang sah harus mencantumkan hal-hal sebagai berikut :
  • Nama, alamat dan nomor lengkap pengesahan Badan Amil Zakat atau nomor lengkap pengukuhan Lembaga Amil Zakat
  • Nomor urut bukti setoran
  • Nama, alamat muzakki dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) apabila zakat penghasilan yang dibayarkan dikurangkan dari penghasilan kena pajak penghasilan
  • Jumlah zakat atas penghasilan yang disetor dalam angka dan huruf serta dicantumkan tahun haul
  • Tanda tangan, nama, jabatan petugas Badan amil Zakat, tanggal penerimaan dan stempel Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat.
Bukti setoran tersebut dibuat dalam rangkap 3 (tiga), dengan rincian sebagai berikut:
Lembar 1 (asli), diberikan kepada muzakki yang dapat digunakan sebagai bukti pengurangan penghasilan kena pajak pajak penghasilan.
Lembar 2, diberikan kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat sebagai arsip.
Lembar 3, digunakan sebagai arsip Bank Penerima, apabila zakat disetor melalui Bank.

Uraian selengkapnya dapat dibaca dalam Undang-undang RI nomor 38 tahun 1999, Keputusan menteri Agama RI nomor 581 tahun 1999 maupun Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat melalui Keputusan Dirjen Bimmas Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000.

Senin, 06 September 2010

Reksadana Syariah di Indonesia

Posted by Irfan Kurniadi 08.51, under | No comments

A. Pendahuluan

Di dunia modern seperti sekarang ini banyak pilihan dan berbagai macam alternative investasi yang dapat dilakukan. Perkembangan pasar uang yang notabene lebih kenal juga sebagai lahan sektor non-real merupakan bukan hal yang baru lagi di dunia kerja dan bisnis di Indonesia untuk satu dasawarsa terakhir ini. Salah satu pilihan untuk investasi tersebut adalah dengan mengunakan investasi reksadana

Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.

Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

B. Perbedaan Reksadana Syariah dan Konvensional

Pada dasarnya, reksadana syariah sama dengan reksadana konvensional, yang bertujuan mengumpulkan dana dari masyarakat, yang selanjutnya dikelola oleh manajer investasi untuk kemudian diinvestasikan pada instrumen-instrumen di pasar modal dan pasar uang. Instrumen itu seperti halnya saham, obligasi, deposito, sertifikat deposito, valuta asing dan surat utang jangka pendek (commercial paper). Reksadana Syariah ini termasuk dalam kategori reksadana terbuka (kontrak investasi kolektif).

Reksa Dana Syariah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kelompok investor yang menginginkan memperoleh pendapatan investasi dari sumber dan cara yang bersih yang dapat dipertanggungjawabkan secara religius yang memang sejalan dengan prinsip syariah.

Reksa Dana Syariah dapat mengambil bentuk seperti reksa dana konvensional. Namun memiliki perbedaan dalam operasionalnya, dan yang paling tampak adalah proses screening dalam mengontruksi portofolio. Filterisasi menurut prinsip syariah akan mengeluarkan saham yang memiliki aktivitas haram seperti riba, gharar, minuman keras, judi, daging babi, rokok, prostitusi, pornografi dan seterusnya. Reksa Dana Syariah di dalam investasinya tidak hanya bertujuan untuk mendapatkan return yang tinggi. Tidak hanya melakukan maksimalisasi kesejahteraan yang tinggi terhadap pemilik modal, tetapi memperhatikan pula bahwa portofolio yang dimiliki tetap berada pada aspek investasi pada perusahaan yang memiliki produk halal dan baik yang tidak melanggar aturan syariah

Kegiatan reksa dana yang ada sekarang masih banyak mengandung unsure-unsur yang tidak sesuai dengan syariah Islam. Ada beberapa hal yang membedakan antara reksa dana konvensional dan reksa dana syariah. Dan tentunya ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan dalam investasi syariah ini.

1. Kelembagaan
Dalam syariah islam belum dikenal lembaga badan hukum seperti sekarang. Tapi lembaga badan hukum ini sebenarnya mencerminkan kepemilikan saham dari perusahaan yang secara syariah diakui. Namun demikian, dalam hal reksa dana syariah, keputusan tertinggi dalam hal keabsahan produk adalah Dewan Pengawas Syariah yang beranggotakan beberapa alim ulama dan ahli ekonomi syariah yang direkomendasikan oleh Dewan Pengawas Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Dengan begitu proses didalam akan terus diikuti perkembangannya agar tidak keluar dari jalur syariah yang menjadi prinsip investasinya.

2. Hubungan Investor dengan Perusahaan
Akad antara investor dengan lembaga hendaknya dilakukan dengan sistem mudharabah. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.

Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi, ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat kelalaian di pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalain si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Dalam hal transaksi jual beli, saham-saham dalam reksa dana syariah dapat diperjual belikan. Saham-saham dalam reksa dana syariah merupakan yang harta (mal) yang dibolehkan untuk diperjual belikan dalam syariah. Tidak adanya unsur penipuan (gharar) dalam transaksi saham karena nilai saham jelas. Harga saham terbentuk dengan adanya hukum supply and demand. Semua saham yang dikeluarkan reksa dana tercatat dalam administrasi yang rapih dan penyebutan harga harus dilakukan dengan jelas.

3. Kegiatan Investasi Reksa Dana
Dalam melakukan kegiatan investasi reksa dana syariah dapat melakukan apa saja sepanjang tidak bertentangan dengan syariah. diantara investasi tidak halal yang tidak boleh dilakukan adalah investasi dalam bidang perjudian, pelacuran, pornografi, makanan dan minuman yang diharamkan, lembaga keuangan ribawi dan lain-lain yang ditentukan oleh Dewan Pengawas Syariah.Dalam kaitannya dengan saham-saham yang diperjual belikan dibursa saham, BEJ sudah mengeluarkan daftar perusahaan yang tercantum dalam bursa yang sesuai dengan syariah Islam atau saham-saham yang tercatat di Jakarta Islamic Index (JII). Dimana saham-saham yang tercantum didalam indeks ini sudah ditentukan oleh Dewan Syariah.

Dalam melakukan transaksi Reksa dana Syariah tidak diperbolehkan melakukan tindakan spekulasi, yang didalamnya mengandung gharar seperti penawaran palsu dan tindakan spekulasi lainnya. Demikianlah uraian singkat mengenai reksa dana syariah dan beberapa ketentuan serta prinsip yang harus dijalankan. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan anda dalam hal umum mengenai investasi syariah.

C. Reksadana Syariah di Indonesia

Saat ini, untuk pasar Indonesia ada tiga merek reksadana syariah yang ditawarkan, yaitu Danareksa Syariah (reksadana saham/equity fund), Danareksa Syariah Berimbang (reksadana campuran/balanced fund) dan PNM Syariah (reksadana campuran).

Danareksa Syariah dan Danareksa Syariah Berimbang dikelola oleh PT Danareksa Investment Management. Danareksa Syariah bertujuan untuk memberi kesempatan investasi yang maksimal dalam jangka panjang kepada investor yang hendak mengikuti syariah Islam.

Dana yang terkumpul akan diinvestasikan dalam portofolio sekuritas dengan komposisi investasi minimum 80 persen di saham dan maksimum 20 persen di obligasi atau maksimum 20 persen di instrumen pasar uang. Pada Danareksa Syariah Berimbang, dana yang terkumpul akan diinvestasikan minimum 25 persen hingga maksimum 75 persen dalam saham atau minimum 25 persen hingga maksimum 75 persen dalam obligasi dan sisanya pada instrumen pasar uang dengan mengikuti syariah Islam.

Sementara, Reksadana PNM Syariah dikelola oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM) Investment Management. Tujuan Investasinya adalah untuk memperoleh pertumbuhan nilai investasi yang optimal dalam jangka panjang. Dana yang terkumpul akan diinvestasikan 30 persen sampai 70 persen pada saham atau 30 persen hingga 70 persen pada obligasi dan sisannya pada instrumen pasar uang. Informasi lengkap mengenai ketiga merek reksadana tersebut bisa dipelajari lebih rinci pada prospektusnya. Selanjutnya, untuk menilai kinerja dari reksadana syariah ini, selain bisa berpatokan pada Nilai Aktiva Bersih (NAB) per unit, juga diperlukan suatu acuan, seperti layaknya reksadana saham konvensional mengacu kepada kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Acuan yang diperlukan reksadana ini, sudah tentu haruslah juga berprinsip Islam. Kira-kira setahun yang lalu, di Bursa Efek Jakarta sudah diluncurkan indeks harga saham yang disebut indeks syariah atau sering disebut dengan Jakarta Islamic Index (JII). Saham- saham yang masuk ke dalam JII adalah saham-saham yang dikategorikan halal. Salah satu tujuan peluncuran indeks syariah ini, tak lain adalah untuk memudahkan dan menarik minat investor muslim untuk berinvestasi pada saham-saham yang dikategorikan halal. Pro-kontra yang mencuat kepermukaan adalah, apakah saham-saham yang masuk ke JII ini sudah 100 persen halal?

Kenapa masih ada saham-saham yang dikategorikan tidak halal? Harus diakui, tidaklah gampang untuk menemukan saham-saham yang 100 persen halal di zaman keterbukaan seperti sekarang ini, karena sektor usaha akan saling berinteraksi. Hal inilah yang selanjutnya membedakan reksadana syariah dan reksadana konvensional, karena adanya proses pembersihan (cleansing) atas keuntungan yang tidak halal dalam bentuk zakat atau sedekah kepada pihak yang layak menerimanya.

Jadi, reksadana syariah memang dibuat sedemikian rupa bagi investor, agar dapat berinvestasi dengan tenang dan mendapatkan hasil investasi yang halal. Karena itu, jika tujuan investasi Anda dalam jangka panjang adalah untuk persiapan menunaikan ibadah haji atau biaya anak sekolah diperguruan tinggi, salah satu alternatifnya adalah berinvestasi secara halal via reksadana syariah.

Setidaknya ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dengan berinvestasi pada reksadana syariah, antara lain; investasi sesuai kesanggupan (terjangkau), bukan objek pajak (bebas pajak), perkembangan dapat dipantau secara harian melalui media (termasuk beberapa koran), hasil relatif lebih tinggi (dibanding deposito), mudah dijangkau (ada yang bisa dengan ATM dan Phoneplus), yang terpenting juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan akan diaudit secara rutin.

Modal untuk memulai investasi pada produk ini bisa bervariasi ada yang minimal Rp 5 juta seperti BSM Investa Berimbang, atau Rp 1 juta untuk BNI Dana Syariah, bahkan ada yang hanya Rp 250 ribu. Untuk pemesanannya pun relatif mudah tinggal mendatangi kantornya masing masing. Untuk BNI Dana Syariah dan BSM Investa Berimbang tinggal mendatangi Kantor Cabang BNI Syariah dan BSM yang sudah relatif tersebar.

Pertumbuhan industri reksa dana syariah pun melampaui pertumbuhan reksa dana nasional, bahkan sebelum sukuk negara diluncurkan. Saat industri reksa dana nasional tumbuh 2,15% pada triwulan I tahun ini, pertumbuhan reksa dana syariah mencapai 31,64%. Hanya saja, dilihat dari volumenya, reksa dana jenis ini masih kecil dibanding reksa dana konvensional. Namun, jika dilihat dari tingkat pengembalian (return), reksa dana syariah berbasis obligasi syariah pada Januari-Juli 2008 membukukan nilai return rata-rata 5%, sementara seluruh produk reksa dana pendapatan tetap lainnya yang membukukan returnnegatif.

Berdasarkan data Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), pada akhir 2007 jumlah reksa dana syariah mencapai 25 produk dengan dana kelolaan Rp 2,2 triliun. Jumlah dana kelolaan tersebut naik 206,39% dari Rp 719 miliar pada 2006 yang berasal dari 23 produk. Sementara hingga kuartal I/2008, nilainya mencapai Rp 2,92 triliun. Bahkan, data PT Infovesta Utama memperkirakan instrumen investasi ini hingga semester I/2008 mencapai Rp 3,30 triliun dengan 28 produk, atau naik 49,93% dari dana kelolaannya di akhir 2007.

Total industri reksa dana secara keseluruhan pada akhir 2007 sebesar Rp 91,15 triliun atau tumbuh 79,2% dari Rp 50,87 triliun pada 2006. Hingga Maret 2008, jumlahnya terus meningkat menjadi Rp 93,11 triliun.Nah,bagaimana reksa dana syariah ketika krisis global menerjang seperti saat ini? Abiprayadi Riyanto, Ketua Asosiasi Ketua Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia, mengatakan, saat krisis global seperti sekarang hampir semua instrumen investasi terkena dampaknya, tak terkecuali reksa dana syariah. Menurutnya, dana kelolaannya per Oktober 2008 sebesar Rp 2,1 triliun, turun dibanding per Septermber 2008 sebesar Rp 2,5 triliun.

Abi menuturkan, sebenarnya reksa dana syariah merupakan reksa dana yang memiliki karakter sendiri yang berpengaruh terhadap penentuan portofolio investasinya. Ini yang membedakannya dari reksa dana konvensional. Reksa dana syariah memiliki koridor sendiri yang membatasi diri dalam berinvestasi, sehingga tak bisa masuk ke sektor-sektor yang berbasis suku bunga seperti bank dan perusahaan pembiayaan, perusahaan rokok, serta hotel.

Rujukan investasinya adalah Jakarta Islamic Index (JII) dari Bursa Efek Indonesia dan Daftar Efek Syariah (DES) yang diterbitkan Bapepam-LK. Ada perbedaan antara JII dan DES. JII memasukkan daftar sahamnya berdasarkan bisinis emitennya yang bukan perusahaan berbasis bunga, rokok atau hotel. Sementara itu, DES lebih dalam lagi: tak hanya melihat bisnis perusahaannya, tapi juga kondisi keuangannya. Perusahaan yang masuk dalam daftar JII belum tentu bisa masuk dalam DES kalau perusahaan itu, misalnya, banyak utangnya. Baik JII maupun DES dievaluasi secara berkala.

Reksa dana syariah memiliki prospek yang baik, apalagi setelah adanya sukuk negara, kendati saat ini terkena imbas krisis seperti halnya instrumen reksa dana lainnya. Selain itu, volumenya pun masih kecil dibanding reksa dana konvensional, sehingga diperlukan edukasi dan sosialisasi yang simultan.

D. Komparasi Kinerja Reksadana Konvensional dengan Reksadana Syariah

Adanya pemisahan antara reksadana konvensional dan reksadana syariah ini menuntut investor untuk melakukan pemilihan investasi yang sesuai dengan preferensi mereka. Salah satu yang dijadikan criteria preferensi adalah performa dari reksadana tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Dr.Cynthia Afriani (dosen sarjana dan pasca sarjana FEUI).

Banyak penelitian yang mencoba membuktikan manakah yang lebih baik antara reksadana syariah atau reksadana konvensional. Sebagian besar reksadana syariah rata-rata memiliki tingkat return yang cukup kompetitif. Berikut ini ditampilkan dua buah reksadana yang akan dijadikan komparasi perhitungan yaitu reksadana Danareksa Syariah Berimbang dan reksadana Danareksa Anggrek. Nilai return dari reksadana Danareksa Anggrek dan Danareksa Syariah Berimbang tertanggal 3 Oktober 2007 masing-masing sebesar 29.91 % dan 32.93 % dengan volume perdagangan Danareksa Anggrek (2/10) sebesar 48,527,776.12 dan volume perdagangan Danareksa Syariah Berimbang sebesar 15,825,213.14 . Jika dilihat berdasarkan return terlihat bahwa reksadana Danareksa Syariah Berimbang lebih unggul dari reksadana Danareksa Anggrek tetapi volume perdagangannya masih jauh lebih kecil. Namun, untuk mengukur kinerja reksadana tidak hanya sebatas melihat pada return tetapi juga harus melihat pada risiko. Salah satu alat yang dapat digunakan sebagai pengukuran kinerja adalah Sharpe indeks.

Berdasarkan Sharpe indeks nilai reksadana Anggrek sebesar 2.14% dan nilai reksadana Danareksa Syariah Berimbang sebesar 2.17%. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja reksadana syariah mengungguli reksadana konvensional. Hasil analisis ini juga memberikan rekomendasi kepada investor dalam mengalokasikan investasi.

E. Kendala Pengembangan Reksadana Syariah
  1. Reksa Dana Syariah belum dikenal secara luas. Hanya kalangan masyarakat tertentu yang mengetahui keberadaan Reksa Dana Syariah. Mereka adalah para pelaku bisnis, praktisi, dan akademis di bidang ekonomi syariah.
  2. Dualisme sistem pasar modal yang menawarkan dua sistem Reksa Dana, yaitu Reksa Dana Syariah dan Reksa Dana Konvensional. Kondisi ini kurang memberikan dukungan bagi tumbuhnya Reksa Dana Syariah.
  3. Perlunya dukungan dari berbagai pihak baik para pengusaha, akademis, dan pihak-pihak yang terkait agar perkembangan Reksa Dana Syariah dapat lebih cepat terlealisasi.
  4. Masih terbatasnya instrumen pembiayaansyariah di pasar modal sehingga menyulitkan investor dalam menginvestasikan dananya
F. Strategi Pengembangan Reksa Dana Syariah
  1. Memperbanyak jenis Reksa Dana Syariah guna memberikan alternatif investasi bagi masyarakat untuk menyimpan dananya di Reksa Dana Syariah.
  2. Perlunya membangun idealisme tentang Reksa Dana Syariah. Oleh karena itu, usaha untuk mensosialisasikan idealisme mutlak diperlukan, agar masyarakat dapat memahami pentingnya keberadaannya Reksa Dana Syariah.
  3. Perlu adanya sinergi antar lembaga-lembaga yang terkait baik bapepam, ulama, akademis, dan pengusaha dalam membangun sistem ekonomi syariah di pasar modal
G. Kesimpulan

Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi. Pada dasarnya, reksadana syariah sama dengan reksadana konvensional, yang bertujuan mengumpulkan dana dari masyarakat, yang selanjutnya dikelola oleh manajer investasi untuk kemudian diinvestasikan pada instrumen-instrumen di pasar modal dan pasar uang. Instrumen itu seperti halnya saham, obligasi, deposito, sertifikat deposito, valuta asing dan surat utang jangka pendek (commercial paper). Reksadana Syariah ini termasuk dalam kategori reksadana terbuka (kontrak investasi kolektif).

Apakah yang membedakan reksadana syariah dan reksadana konvensional? Reksadana syariah memiliki kebijakan investasi yang berbasis pada prinsip-prinsip Islam. Instrumen investasi yang dipilih dalam portofolionya haruslah yang dikategorikan halal. Dikatakan halal, jika pihak yang menerbitkan instrumen investasi tersebut tidak melakukan usaha yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, tidak melakukan riba atau membungakan uang.

Saat ini, untuk pasar Indonesia ada tiga merek reksadana syariah yang ditawarkan, yaitu Danareksa Syariah (reksadana saham/equity fund), Danareksa Syariah Berimbang (reksadana campuran/balanced fund) dan PNM Syariah (reksadana campuran). ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dengan berinvestasi pada reksadana syariah, antara lain; investasi sesuai kesanggupan (terjangkau), bukan objek pajak (bebas pajak), perkembangan dapat dipantau secara harian melalui media (termasuk beberapa koran), hasil relatif lebih tinggi (dibanding deposito), mudah dijangkau (ada yang bisa dengan ATM dan Phoneplus), yang terpenting juga diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan akan diaudit secara rutin

Berdasarkan Sharpe indeks nilai reksadana Anggrek sebesar 2.14% dan nilai reksadana Danareksa Syariah Berimbang sebesar 2.17%. Hal ini mengindikasikan bahwa kinerja reksadana syariah mengungguli reksadana konvensional. Hasil analisis ini juga memberikan rekomendasi kepada investor dalam mengalokasikan investasi.

Tags