KREDIT macet adalah sebuah pengertian awam tentang pinjaman yang sudah sulit ditagih. Sedangkan, non performing loans (NPL) atau kredit bermasalah (problem loans) adalah istilah yang digunakan kalangan perbankan, Bad Debt dan WO ( Write Off ) adalah istilah yang biasa dipakai perusahaan keuangan nonbank ( Finance ).
Berdasarkan tingkat kolektibilitasnya, Bank Indonesia (BI) menetapkannya menjadi kredit yang diragukan (doubtful loans) dan kredit macet (loss). Sebuah pinjaman dapat digolongkan macet bila debitor sudah tidak lagi membayar bunga dan/atau angsurannya lebih dari enam bulan sesuai dengan ketentuan BI. Dalam dunia bisnis, jangka waktu tunggakan lebih dari tiga bulan dianggap macet, bergantung pada kebijakan perusahaan. Bagi Bank dan Finance, kredit macet merupakan sebuah momok yang menakutkan, apalagi dalam jumlah besar, terutama melampaui 5% dari total pinjaman sesuai dengan kriteria BI. Dalam kesempatan ini, kita hanya membahas hal-hal yang tidak terlalu teknis, yang barangkali dapat menjawab pertanyaan mengapa sampai terjadi kredit macet.Tidak hanya bank yang mengalami kredit macet, Finance pun bisa mengalami hal yang sama. Bedanya, bank selalu dipantau BI, sedangkan Finance tidak—karena tidak melibatkan dana masyarakat.
Sebenarnya, Bank atau Finance bisa mendeteksi gejala awal munculnya kredit macet. Dalam praktiknya, pejabat bank atau Finance seringkali terlampau sibuk memroses kredit baru atau sibuk menyelesaikan kredit macet yang makin membengkak, sehingga monitoring terhadap debitornya terabaikan. Mereka baru sadar setelah debitornya betul-betul macet.
Sekarang, mari kita mengevaluasi kredit macet terhadap debitor (evaluasi eksternal).
• Percayakah Anda kepada debitor? Integritas dan karakter (character) tentu saja harus menjadi pertimbangan utama. Karakter merupakan C pertama dari 5C yang menjadi prinsip pemberian kredit yang masih berlaku hingga saat ini.
• Mungkinkah terjadi kecurangan? Debitor akan berusaha mati-matian melindungi dirinya sendiri— bergantung keadaan—bila dihadapkan dengan kerugian potensial perusahaannnya atau kemungkinan hilangnya laba atau kebangkrutan. Perlu ada investigasi diam-diam, yang dalam praktiknya memang sulit dilakukan dan dibuktikan.
• Apakah debitor, sejujurnya, mampu memperbaiki perusahaannya ke tingkat yang menguntungkan dengan bantuan dan petunjuk Anda dalam rangka restrukturisasi, misalnya? Dalam hal ini, apakah dia memiliki sikap yang baik, niat atau kemauan untuk bekerja sama secara terbuka? Bila debitor menyembunyikan data, restrukturisasi akan sia-sia belaka karena tidak realistis dan didasarkan atas data yang telah direkayasa debitor.
• Apakah debitor merasa malu atau takut akan merusak reputasi di komunitasnya bila dia mengungkapkan ada masalah dengan pinjamannya? Ini adalah masalah ego alias gengsi yang akan muncul pada saat terjadi krisis dalam keadaan dirinya atau perusahaannya.
• Apakah debitor merasa takut pinjamannya akan ditarik kembali bila dia menunjukkan adanya masalah? Komunikasi dengan debitor harus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Ini biasanya dilakukan melalui kunjungan atau pertemuan rutin.
• Kemungkinan yang terburuk adalah apakah debitor betul-betul seorang " bajingan " yang memang tidak berniat membayar utangnya?
bank atau finance sendiri (internal) juga dapat dilakukan evaluasi mengapa sampai terjadi kredit macet.
• PIC Internal Proses Acquisition perlu dinilai juga, terutama ketika orang ini memperoleh nasabah tersebut. Lihatlah tingkat ego yang ditunjukkan dalam keputusan kredit yang lampau dan dalam menangani hubungan yang sekarang. Pengamatan perlu dilakukan secara wajar, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan yang berlebihan.
• Apakah PIC Internal Proses Acquisition terlalu dekat dengan debitor? Apakah hubungan persahabatannya sudah demikian erat, sehingga sulit mengatakan “tidak”?
• Apakah PIC Internal Proses Acquisition tidak memiliki motivasi untuk mengungkapkan adanya kredit macet karena takut dipecat?
• Apakah PIC Internal Proses Acquisition —terutama yang belum berpengalaman—memandang nasabah secara berlebihan karena mereka tidak cukup hanya mengenali adanya bahaya potensial?
• Apakah PIC Internal Proses Acquisition kelebihan beban kerja (overload), sehingga terlalu sibuk untuk memerhatikan problem loans dan Bad Debt ?
• Apakah PIC Internal Proses Acquisition berpendapat bahwa segalanya akan menjadi lebih baik pada hari esok, sehingga tidak mengambil langkah segera ketika masalah tersebut muncul?
• Apakah telah terjadi kongkalikong antara PIC Internal Proses Acquisition dan debitor? Hal inilah yang paling sulit diselidiki dan dibuktikan. Ini biasanya akan ketahuan setelah terlambat.
• Apakah Collection Bank atau Finance tidak mempunyai kemampuan untuk mengatasi Problem loans sehingga menjadi kredit macet ?
Roger H. Hale dari Chemical Bank mengemukakan prinsip-prinsip kredit yang mungkin dapat dipertimbangkan sebagai pedoman yang cukup reasonable untuk dilaksanakan. Inilah prinsip-prinsip tersebut :
• Kualitas kredit jauh lebih penting daripada mencari peluang baru.
• Setiap pinjaman harus memiliki second way-out yang telah ada sejak awal.
• Karakter (character) debitor atau jika itu perusahaan, manajemen dan pemilik harus betul-betul tak dapat diragukan integritasnya.
• Jika Anda tidak memahami bisnis nasabah, jangan memberi pinjaman.
• Ini adalah keputusan Anda dan Anda mesti merasa comfortable dengannya karena sesuai dengan judgment Anda.
• Tujuan pinjaman harus memiliki dasar untuk pembayaran kembalinya, dari awal sudah disusun proyeksi cash flow yang reasonable yang dapat direalisasikan.
• Jika Anda memiliki semua fakta, Anda tak perlu jadi seorang jenius untuk membuat sebuah keputusan kredit.
• Daur bisnis (business cycle) tak dapat dielakkan. Harus jeli melihat sektor ekonomi mana yang sedang menurun serta mana yang sudah jenuh (saturated) dan mana yang sedang booming.
• Meskipun lebih sulit ketimbang menganalisis laporan keuangan, meneliti kualitas manajemen perusahaan adalah sangat penting.
• Agunan bukanlah pengganti pembayaran kembali pinjaman. Jangan terlalu terpukau besarnya nilai agunan. Sebab, jika menjadi kredit macet, eksekusi jaminan bukan hal yang mudah dilakukan.
• Bila ada agunan, harus dinilai secara profesional dan independen, baik nilai maupun marketability-nya.
• Memberikan pinjaman kepada debitor kecil lebih berisiko dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar. Sebab, biasanya, perusahaan kecil dianggap kurang memiliki data keuangan yang akurat, tidak profesional, dan one man show.
• Jangan terlalu berkutat dengan hal-hal detail. Administrasi kredit dan masalah legal harus menjadi perhatian utama.
• Bank lokal harus diikutsertakan dalam pembiayaan kepada debitor lokal karena bank lokal dianggap paling mengenal kondisi daerahnya, meskipun dalam praktiknya selalu diabaikan demi mengejar target.
• Bila seorang debitor selalu menuntut jawaban cepat, jawablah “tidak”. Sebaliknya, keputusan kredit yang terlampau lama dan terlambat diberikan juga akan menimbulkan masalah bagi debitor karena tidak sesuai dengan kebutuhannya lagi.
• Bila pinjaman tersebut memiliki jaminan, pastikan bahwa si penjamin (guarantor) juga diperlakukan sama dengan debitor. Penjamin yang tidak memiliki kemampuan keuangan yang memadai tidak berarti apa-apa bagi bank.
• Perhatikan ke mana larinya uang bank. Jangan sampai terjadi side streaming, yakni uang bank digunakan untuk proyek lain tanpa sepengetahuan bank.
• Utamakan kepentingan bank karena risiko akan bertambah besar jika prinsip-prinsip kredit diabaikan.
Liku-liku kredit macet ternyata cukup panjang dan tidak sesederhana seperti yang tampak di permukaan. Singkatnya, untuk menghindari bertambahnya kredit macet, proses awal adalah memerhatikan prinsip-prinsip kredit seperti yang dikemukakan Roger H. Hale yang dapat dijadikan sebagai acuan. Tentu, ada improvisasi di lapangan.
0 komentar:
Posting Komentar